STRATEGI
PEMASARAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Cahaya
Khaeroni
A.
Pendahuluan
Dewasa ini, diskursus tentang
pemasaran lembaga pendidikan Islam khususnya lembaga madrasah nampak belum
terlalu banyak menjadi bahan kajian serius atau mungkin relatif diabaikan oleh
para sarjana maupun pengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam (baca: madrasah).
Pasalnya, masih banyak pihak yang beranggapan bahwa istilah bisnis seperti pemasaran relatif tidak tepat
jika di bawa dalam lingkup madrasah, bahkan cenderung terkesan adanya unsur
yang hendak mengkomersialkan institusi madrasah yang tentu saja bertentangan
dengan pernyataan kebanyakan para pengelola madrasah (dan anggapan masyarakat
pada umumnya) bahwa madrasah adalah suatu usaha amal sosial.
Padahal,
sesungguhnya tidaklah sama dan sebangun antara
pemasaran dengan komersial, Pemahaman bahwa pemasaran dalam pendidikan tidaklah
mutlak harus berhubungan dengan kegiatan bisnis dan menjadikan pendidikan
sebagai sesuatu komoditas juga diperkuat oleh pendapat Felix Maringe. Sebagaimana
yang dikatakan dalam kata pengantar bukunya:
“...we argue
that education should never be commoditized. It should not be seen as a piece
of furniture in a shop with a price tag on it. It is both a process and product
of interaction between the learner, the material of learning, the instructors
or facilitators of learning, and the variety of resources used to aid the
learning process. Yet, because it is so important, we think its value would
more effectively be delivered with a marketing perspective. Third, we assume
that marketing as a concept goes beyond the ordinarily accepted views of
advertising and promotion. We argue in this book that marketing is about
exchange and delivery of value between those who provide the educational
service and those who seek to benefit from it. We thus see marketing not as a
means to an end but as a process of building relationships based on trust and
aimed at empowering the clients or customers of higher education.”
walaupun kedua istilah ini akrab
digunakan dalam bidang bisnis. Kegiatan bisnis dapat dilakukan pada dua sektor
yaitu sektor yang mencari profit dan non-profit.
Adapun mengenai lembaga pendidikan (termasuk madrasah) adalah termasuk pada
lembaga non-profit.
Beranjak dari pemahaman tersebut,
para pengelola madrasah seharusnya bersedia untuk lebih terbuka dan tidak perlu
merasa alergi terhadap konsep pemasaran yang akhir-akhir ini mulai gencar
digulirkan ke dalam ranah pendidikan, karena justru melalui pemahaman dan
penerapan teori-teori tentang pemasaran inilah setiap lembaga madrasah akan
lebih terbantu dalam menghadapi ketatnya iklim arus persaingan di era
globalisasi sekarang ini.
Lembaga madrasah pada dasarnya
memiliki potensi yang sangat besar. Perlu diketahui bahwa Madrasah di Indonesia
yang dikelola swasta kini mencapai sekitar 91,5 persen, sedangkan hanya 8,5
persen yang dikelola oleh negeri. Hanya saja dari 91,5 persen itu banyak yang
mengalami kendala di bidang biaya operasional. Seandainya porsi yang sangat
besar tersebut dapat dikelola secara memadai tentu akan menjadi satu kekuatan
besar dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Namun demikian, seperti
yang dipaparkan sebelumnya bahwa untuk konteks saat ini madrasah juga tidak
luput dari berbagai problem dan tantangan serta kritik terhadap citra
eksistensi lembaganya ditengah arus persaingan global yang semakin ketat.
Setidaknya ada beberapa problem riil yang menjadi tantangan penting bagi setiap
lembaga madrasah, diantaranya adalah: Pertama,
pasca UUSPN nomor 20 tahun 2003 madrasah nampaknya masih belum mampu memacu
ketertinggalannya dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Kedua,
madrasah masih dipandang sebagai sekolah kelas kedua (second class) setelah
sekolah umum. Hal ini dikarenakan kualitas layanan pendidikan yang diberikan
oleh mayoritas madrasah masih dinilai orang lebih rendah dari pada layanan
pendidikan umum, khususnya negeri. Sehingga terkesan bahwa image madrasah
adalah “kurang” bermutu, berkualitas dan lulusannya kurang mempunyai daya
saing. Penyebab kekurangmutuan ini bermacam-macam, ada yang disebabkan oleh
manajemen (pengelolaan) pendidikannya yang kurang bagus, ada yang disebabkan
oleh kualitas tenaga pengajarnya yang kurang baik, ada yang disebabkan oleh
kekurangan dana operasional sehari-hari, dan ada pula yang karena
ketiga-tiganya.
Keempat,
masyarakat yang sama sekali belum mengenal madrasah relatif masih banyak. Kelima, secara nasional tingkat
favoritas masyarakat kita terhadap madrasah lebih rendah dibanding sekolah pada
umumnya.
Sementara itu, disaat
lembaga-lembaga madrasah masih mengalami problematika yang cukup kompleks, pada
beberapa dekade ini muncul kecenderungan tren baru pendidikan yang mencoba
mengintegrasikan sekolah umum dan sekolah Islam (madrasah) di berbagai daerah,
seperti TK IT, SD IT, SMP IT dan lain sebagainya. Dan bisa dikatakan bahwa
kemunculan lembaga-lembaga ini terbukti telah cukup berhasil dalam membangun
citra positif sebagai lembaga pendidikan Islam terpadu unggulan, sehingga lama
kelamaan semakin membuat pamor madrasah semakin tergusur dari pentas pendidikan
Islam.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan
islam yang relatif baru, lembaga-lembaga tersebut tentu memiliki suatu strategi
tersendiri dalam memasarkan citra lembaganya kepada khalayak umum. Apalagi
ditengah ketatnya iklim arus persaingan antar lembaga-lembaga pendidikan saat
ini, dinamika dalam mengimplementasikan pendekatan, praktek dan teknik pemasaran
pendidikan sudah barang tentu menjadi bagian penting yang tidak bisa
ditinggalkan atau diabaikan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam baru
tersebut. Atas dasar itulah, penulis berasumsi bahwa mengetengahkan konsep dan
strategi pemasaran dalam diskursus pendidikan Islam pada hakekatnya adalah sesuatu
hal yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi di era kontemporer saat ini.
Dalam tulisan ringkas berikut, penulis
akan mencoba memberikan sedikit overview tentang berbagai konsepsi dan strategi
pemasaran dalam konteks lembaga pendidikan Islam. Dengan harapan, semoga
tulisan ini dapat memberikan suatu pandangan dan horizon baru bagi pembaca
sekalian dalam rangka turut menyemarakkan dan memajukan khazanah pendidikan Islam
di Indonesia. Amin.
SKETSA KONSEP STRATEGI PEMASARAN PENDIDIKAN
A.
Definisi umum pemasaran
Pemasaran pada umumnya merupakan
salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya untuk berkembang dan
mendapatkan laba. Hingga saat ini kegiatan pemasaran telah menjadi suatu
kegiatan yang sangat kompleks, dimana setiap perusahaan yang ingin berhasil di dalam
usahanya, harus terlebih dahulu memahami pengertian pemasaran.
Kegiatan pemasaran yang dulunya
hanya dikenal dengan kegiatan distribusi dari penjualan. Sekarang menjadi lebih
luas cakupannya, yaitu sebagaimana cara produsen menarik keuntungan yang baik
tidaklah cukup hanya dengan menghasilkan produk yang baik, melainkan juga
bagaimana memasarkan produk tersebut. Oleh karena itu kegiatan pemasaran
sekarang menjadi suatu kegiatan kompleks sehingga perusahaan yang ingin maju di
dalam usahanya harus memahami masalah pemasaran. Banyak para ahli ekonomi
mendefinisikan pemasaran tersebut dan pada umumnya setiap dari mereka menulis
pemasaran dengan memberikan definisi sendiri, sehingga sampai saat ini tidak
ada keragaman tentang definisi pemasaran namun pada dasarnya mempunyai prinsip
yang sama.
Untuk lebih jelasnya peneliti akan
mengutip definisi pemasaran dari beberapa ahli diantaranya adalah: Menurut William J. Stanton yang mengatakan
bahwa : “Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan
bisnis yang diajukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan
dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik
kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.“ Dari definisi
tersebut dapat diketahui bahwa proses pemasaran itu terjadi jauh sebelum
barang itu diproduksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran harus dibuat untuk
menentukan produk dan pasarnya, harga dari promosinya. Kegiatan pemasaran tidaklah
berhenti pada saat penjualan saja tetapi jaminan yang baik atas barang dan jasa
yang diberikan sesudah penjualan.
Sementara
itu, Menurut Alex S. Nistisarito:
“Pemasaran adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang
atau jasa dari produsen ke konsumen secara efisien dengan maksud untuk
menciptakan permintaan efektif.” Dilihat dari definisi tersebut, proses
pemasaran terjadi jauh sebelum barang di produksi dan kegiatan pemasaran
itu diciptakan oleh pembeli dan penjual dimana keduanya sama-sama
mencari kepuasan bilamana perusahaan tersebut mampu memasarkan barang
atau jasa yang dihasilkan dengan harapan perusahaan dapat meningkatkan
penjualan dan keuntungan.
Sedangkan
Philip Kotler mengatakan bahwa :
“Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara
menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.” berdasarkan
definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kegiatan pemasaran itu diciptakan oleh
pembeli dan penjual, dimana kedua belah pihak sama-sama ingin mencari
kepuasan. Dalam hal ini pembeli ingin memenuhi kebutuhannya dan penjual
berusaha untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam konsep pemasaran dikenal lima
unsur yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dimana setiap konsep
masing-masing dibangun di atas konsep sebelumnya. Yaitu: kebutuhan, keinginan,
dan permintaan; produk; nilai, kepuasan dan mutu; pertukaran, transaksi dan
hubungan; dan pasar.
1.
Kebutuhan,
keinginan, dan permintaan
Kebutuhan adalah pernyataan dari
rasa kehilangan dan mendorong seseorang untuk memenuhinya. Sedangkan kebutuhan
manusia sendiri sangatlah kompleks karena tidak hanya fisik semata, tetapi juga
kebutuhan rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan.
Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen. Bila konsumen tidak puas,
maka konsumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan
mereka.
Keinginan adalah bentuk kebutuhan
manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian individu. Dari pengertian ini
bisa dipahami bahwa setiap individu secara umum memiliki kebutuhan yang sama,
seperti kebutuhan akan makan, minum dan pakaian. Akan tetapi, setiap individu bisa memiliki keinginan yang berbeda karena
sudah ada peranan budaya dan kepribadian. Misal: setiap manusia butuh makan,
akan tetapi keinginan untuk memuaskan rasa lapar tersebut juga sangat
tergantung pada budaya dan lingkungan individu tersebut. Orang Yogyakarta akan
memenuhi kebutuhannya dengan makan gudeg, sementara orang Jepang akan memenuhi
keinginannya dengan makanan sukiyaki.
Permintaan (wants), kebutuhan
adalah keinginan manusia yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk
membelinya. Manusia dapat memiliki keinginan, namun ia belum tentu merupakan demand
atas produk tertentu bila ia tidak memiliki daya beli.
2.
Produk (Product)
Produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar dapat dibeli, digunakan,
atau dikonsumsi, yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan mereka. Produk
tidak hanya mencakup objek fisik, tetapi juga jasa, orang, tempat, organisasi
atau pun gagasan. Contoh perusahaan manufaktur menyediakan barang (komputer,
monitor, printer), jasa (pengiriman, pemasangan, perbaikan), ide/gagasan
(keunggulan jenis komputer).
3.
Nilai, kepuasan dan mutu pelanggan
Nilai pelanggan
adalah selisih antara nilai total yang dinikmati pelanggan karena memiliki
serta menggunakan suatu produk dan biaya total yang menyertai produk tersebut.
Nilai total antara lain adalah nilai dari produk, jasa, personil, pemasar,
biaya waktu, biaya energi yang dikeluarkan, biaya psikis. Setelah pemberian
nilai, konsumen akan mengevaluasi dan hasil evaluasi ini akan mempengaruhi
kepuasan dan peluang untuk membeli ulang produk tersebut.
Sementara itu,
kepuasan dan mutu pelanggan adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan. Kepuasan pelanggan tergantung pada anggapan kinerja
produk dalam menyerahkan nilai relatif terhadap harapan pembeli. Bila kinerja
atau prestasi sesuai atau lebih baik dari harapan pembelinya, maka pembelinya
akan merasa puas dan akan membeli ulang, serta mereka akan memberi tahu orang
lain mengenai pengalaman baik tentang produk atau jasa yang diberikan. Kata
kuncinya adalah memenuhi harapan pelanggan dengan prestasi perusahaan.
Perusahaan yang cerdik mempunyai tujuan membuat gembira pelanggan dengan hanya
menjanjikan apa yang mereka serahkan, kemudian menyerahkan lebih banyak dari
apa yang mereka janjikan.
Kepuasan
pelanggan berkaitan erat dengan mutu. Sehingga dalam beberapa waktu terakhir
ini banyak perusahaan yang mengadopsi konsep TQM (Total Quality Management)
yang dirancang untuk melakukan perbaikan mutu produk, jasa dan proses pemasaran
secara terus-menerus. Dalam TQM, mutu didefinisikan sebagai “tanpa cacat”,
tatapi akhir-akhir ini banyak perusahaan yang mencoba melangkahi definisi mutu
yang terlalu sempit tersebut. Mereka mendefinisikan mutu dilihat dari segi
kepuasan pelanggan, atau dengan kata lain, sebuah mutu dikatakan baik, jika
mutu dapat dirasakan oleh pelanggan. Definisi yang berorientasi pada pelanggan
ini menyiratkan bahwa sebuah perusahaan telah mencapai mutu terpadu hanya kalau
produk atau jasanya memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa tujuan dari mutu terpadu dewasa ini harus diorientasikan pada
kepuasan pelanggan terpadu (total
customer satisfaction), mutu harus dimulai dengan kebutuhan pelanggan dan
diakhiri dengan kepuasan pelanggan.
kebutuhan,
keinginan, dan permintaan; produk; nilai, kepuasan dan mutu; pertukaran,
transaksi dan hubungan; dan pasar
4.
Pertukaran, transaksi dan hubungan pemasaran
Pertukaran adalah suatu tindakan
memperoleh obyek yang didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu
sebagai penggantinya. Pertukaran
merupakan salah satu konsep inti pemasaran. Agar terjadi suatu pertukaran, ada
beberapa kondisi yang harus dipenuhi, diantaranya ialah: paling sedikit harus
ada dua orang yang berpartisipasi, dan masing-masing pihak harus mempunyai
sesuatu yang berharga/bernilai bagi pihak yang lain, setiap pihak juga harus
ingin bertransaksi dengan pihak yang lain, serta kedua belah pihak harus
berkomunikasi dan menyerahkan barang.
Sementara itu, transaksi adalah
perdagangan antara dua belah pihak yang paling sedikit melibatkan dua macam
nilai, persetujuan mengenai kondisi, waktu dan tempat.
Hubungan pemasaran adalah proses
menciptakan, memelihara dan meningkatkan suatu hubungan yang erat yang semakin
lama semakin bernilai dengan pelanggan dan pihak-pihak berkepentingan yang
lain. Hubungan pemasaran tidak hanya sekedar menciptakan hubungan jangka pendek
saja, tetapi juga meliputi hubungan dalam jangka panjang.
5.
Pasar
Adalah perangkat pembeli yang
aktual dan potensial dari sebuah produk. Para pembeli mempunyai kebutuhan atau
keinginan yang sama dapat dipuaskan lewat pertukaran. Jadi, ukuran suatu pasar
tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya
untuk terlibat dalam pertukaran, dan bersedia menawarkan sumber daya dalam
pertukaran untuk sesuatu yang mereka inginkan.
B.
Pengertian pemasaran jasa pendidikan
Philip Kotler
memberikan pengertian jasa adalah “a service is any act or performance that
one party can offer to another that is essentially intangible and does not
result in the ownership of anything. Its production may not be tied to a
physical product,” dengan demikian jasa adalah setiap tindakan atau kinerja
yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain yang secara prinsip
tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Selanjutnya
Stanton memberikan definisi jasa adalah “service are identifiable,
intangible activities that are the main object of a transaction designed to
provide want-satisfaction to customers. By this definition we exclude
supplementary service that support the sale of goods or other service, sedangkan
Zeithaml dan Bitner berpendapat bahwa jasa adalah “include all economic
activities whose output is not a physical product or construction, is generally
consumed at the time it it produce, and provides added value in forms (such as
convenience, amussement, timelines, comfort of health) that are essentially
intangible concern or its purchaser,” jasa pada dasarnya merupakan seluruh
aktivitas ekonomi dengan output selain produk dan pengertian fisik, konsumsi
dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip
tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.
Berdasarkan
tiga definisi di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pendidikan sebagai
produk jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud akan tetapi dapat memenuhi
kebutuhan konsumen yang di proses dengan menggunakan atau tidak menggunakan
produk fisik dimana proses yang terjadi merupakan interaksi antara penyedia
jasa dengan pengguna jasa yang mempunyai sifat tidak mengakibatkan peralihan
hak atau kepemilikan.
Bagi orang awam
yang belum banyak mengetahui tentang pemasaran, pada awalnya mungkin akan merasa
kaget dengan istilah pemasaran pendidikan. Mereka akan mengira bahwa lembaga
pendidikan itu akan dikomersialkan. Padahal sesungguhnya tidaklah sama dan
sebangun antara pemasaran dengan komersial, walaupun kedua istilah ini akrab
digunakan dalam bidang bisnis.
Lembaga
pendidikan adalah sebuah kegiatan yang melayani konsumen berupa murid/siswa,
mahasiswa dan masyarakat umum yang dikenal sebagai stakeholder. Lembaga
pendidikan pada hakekatnya bertujuan memberi layanan. Pihak yang dilayani ingin
memperoleh kepuasan dari layanan tersebut, karena
Dalam membangun
lembaga pendidikan, Brubacher menyatakan ada dua landasan filosofis, yaitu
pertama landasan epistemologis, dimana lembaga pendidikan harus berusaha untuk
mengerti dunia sekelilingnya, memikirkan sedalam-dalamnya masalah yang ada di
masyarakat (to think as profoundly as possible on the society’s most
puzzling problems even to think the unthinkable), dimana tujuan pendidikan
tidak dapat dibelokkan oleh berbagai pertimbangan dan kebijakan, tetapi harus berpegang
teguh pada kebenaran. Kedua, landasan politik yaitu memikirkan kehidupan
praktis untuk tujuan masa depan bangsa karena masyarakat kita begitu kompleks
sehingga banyak masalah pemerintahan, industri, pertanian, sumber daya alam dan
manusia, hubungan internasional, pendidikan, lingkungan dsb yang perlu dipecah
oleh tenaga ahli yang dicetak oleh lembaga pendidikan, di mana lulusan yang
bermutu hanya mampu dihasilkan tenaga pendidik yang bermutu pula.
C.
Karakteristik Jasa Pemasaran Pendidikan
Lembaga pendidikan
sebagai produk jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud akan tetapi dapat
memenuhi kebutuhan konsumen yang diproses dengan menggunakan atau tidak
menggunakan bantuan fisik dimana proses yang terjadi merupakan interaksi antara
penyedia jasa dengan pengguna jasa yang mempunyai sifat tidak mengakibatkan
peralihan atau kepemilikan.
Pendidikan
merupakan produk yang berupa jasa yang memiliki karakteristik sebagaimana
berikut:
1.
Intangibility
(bersifat tidak berwujud)
Jasa pendidikan
bersifat tidak berwujud seperti produk fisik, sehingga pengguna jasa pendidikan
tidak dapt melihat, mencium, dan merasakan sebelum mereka mengkonsumsinya
(menjadi subsistem lembaga pendidikan). Untuk menekan ketidakpastian, pengguna
jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentang kualitas jasa
tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi
lembaga pendidikan, lembaga penyelenggara pendidikan, peralatan dan alat
komunikasi yang digunakan, serta besarnya biaya yang ditetapkan. Ada beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk meningkatkan minat para
calon pengguna jasa pendidikan, diantaranya: meningkatkan visualisasi jasa yang
tidak berwujud menjadi berwujud, menekankan pada manfaat yang diperoleh bagi
lulusan lembaga pendidikan, menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga
pendidikan (education brand name) serta memakai nama seseorang yang
sudah dikenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
2.
Insperability
(tidak terpisah)
Jasa pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang
menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan yang dihasilkan dan
dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta
didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa
pendidikan. Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung
dengan skala operasi yang terbatas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dapat
menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih
cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan
pelanggannya (peserta didik).
3.
Variability (Sifat
bervariasi)
Jasa bersifat
sangat variabel, karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak
variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana
jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas
kualitas jasa, yaitu: partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau
motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, serta beban kerja perusahaan.
4.
Perishability
(bersifat mudah lenyap)
Jasa merupakan
komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Apabila diperhatikan
batasan dan karakteristik yang diutarakan di atas, ternyata dunia pendidikan
merupakan bagian dari abtasan tersebut. Dengan demikian, lembaga pendidikan
termasuk dalam kategori sebagai lembaga pemberi jasa para konsumen, dalam hal
ini siswa dan orang tua. Mereka inilah yang berhak memberikan penilaian
mengenai bermutu atau tidaknya keluaran (output) suatu lembaga pendidikan.
D.
Strategi Pemasaran Pendidikan
Istilah strategi
berasal dari kata Yunani strategia (stratos = militer; dan ag =
memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jendral. Strategi
didefinisikan sebagai penetapan tujuan jangka panjang yang dasar dari suatu
organisasi, dan pemilihan alternatif tindakan dan alokasi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Sementara
menurut Stoner, Freeman dan Gilbert konsep strategi dapat didefinisikan
berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu: dari perspektif apa suatu
organisasi ingin lakukan (intends to do), dan dari perspektif apa yang
organisasi akhirnya lakukan (eventually does).
Berdasarkan
perspektif pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk
menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya.
Makna yang terkandung dari strategi ini adalah bahwa para manajer memainkan
peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi.
Dalam lingkungan yang turbulen dan selalu mengalami perubahan, pandangan ini
lebih banyak diterapkan.
Sedangkan
berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan
atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi
ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut
tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi para
manajer yang bersifat reaktif, yaitu hanya menanggapi dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan secara pasif manakala dibutuhkan.
Secara garis
besar ada tiga strategi yang dapat digunakan dalam melakukan pemasaran
pendidikan, diantaranya: pertama, strategi pemasaran internal, yaitu
strategi yang menggambarkan tugas yang diemban oleh lembaga pendidikan dalam
rangka melatih dan memotivasi para staf didalamnya agar dapat melayani para
pelanggan dengan baik. Dalam menumbuhkan loyalitas kinerja para staf yang
berkecimpung di dalam lembaga pendidikan, pemberian penghargaan dan pengakuan
yang sepadan dan manusiawi merupakan aspek yang sangatlah penting. Karena aspek
ini dapat membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas dan rasa
memiliki setiap anggota/staf di dalam lembaga pendidikan, yang pada gilirannya
kemudian dapat memberikan kontribusi besar bagi lembaga pendidikan dan bagi
para pelanggan yang dilayani.
Kedua, strategi pemasaran eksternal, yaitu suatu strategi yang
menggambarkan aktifitas normal yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam
mempersiapkan jasa, menetapkan harga, mempromosikan jasa yang bernilai superior
kepada pelanggan. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka pelanggan akan
terikat dengan lembaga pendidikan tersebut.
Ketiga, strategi pemasaran interaktif, ialah suatu strategi yang
menggambarkan perlu adanya interaksi mendalam antara pelanggan dan karyawan.
Dengan adanya interaksi tersebut diharapkan setiap karyawan yang loyal,
bermotivasi tinggi, dan diberdayakan (empowered)
dapat memberikan total quality service
kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan. Bila hal ini terealisasi, maka
pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan dengan personil dan
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Menurut Peter
dan Olson strategi pemasaran dirancang untuk meningkatkan peluang di mana
konsumen akan memiliki anggapan dan perasaan positif terhadap produk, jasa dan
merek tertentu, akan mencoba produk, jasa atau merek tersebut dan kemudian
membelinya berulang-ulang. Sehingga dengan demikian, untuk mengembangkan
strategi pemasaran yang kompetitif, pemasar perlu mengetahui konsumen mana yang
cenderung membeli produknya, faktor-faktor apa yang dipakai dalam memutuskan
membeli produk, bagaimana mereka memperoleh informasi tentang produk. Jadi
dapat dilihat dengan jelas adanya saling keterkaitan antara strategi pemasaran
dan perilaku konsumen. Sementara itu, sebelum merumuskan strategi pemasaran,
suatu lembaga membutuhkan pendekatan-pendekatan analitis terhadap faktor-faktor
berikut:
Faktor
lingkungan, analisis terhadap faktor lingkungan seperti populasi dan peraturan
pemerintah sangat penting untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkannya pada
bisnis organisasi. Selain itu faktor-faktor seperti perkembangan teknologi juga
tidak boleh diabaikan.
Faktor pasar,
setiap organisasi/lembaga pendidikan perlu selalu memperhatikan faktor-faktor
seperti ukuran pasar, tingkat pertumbuhan, tahap perkembangan, pola perilaku
pembeli, segmen pasar yang ada saat ini atau yang dapat dikembangkan lagi dan
peluang-peluang yang belum terpenuhi.
Faktor
persaingan, dalam hal ini setiap lembaga pendidikan perlu memahami siapa
pesaingnya, bagaimana posisi pesaing tersebut, apa strategi mereka, kekuatan
dan kelemahan pesaing, struktur biaya pesaing, dan kapasitas produksi para
pesaing.
Analisis
kemampuan internal, setiap lembaga pendidikan perlu menilai kekuatan dan
kelemahannya dibandingkan para pesaingnya, penilaian tersebut dapat didasarkan
pada faktor-faktor seperti teknologi, sumber daya finansial, kekuatan
pemasaran, dan basis pelanggan yang dimiliki.
Perilaku
konsumen, hal ini perlu dipantau dan di analisis karena sangat bermanfaat bagi
pengembangan produk dan desain jasa pendidikan, penetapan harga, serta
penentuan strategi promosi.
Analisis
ekonomi, dalam hal ini organisasi pendidikan dapat memperkirakan pengaruh
setiap peluang pemasaran terhadap kemungkinan mendapatkan laba.
E.
Bauran pemasaran pendidikan
Bauran
pemasaran merupakan alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu
program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi
pemasaran dan positioning yang perlu ditetapkan dapat berjalan sukses. Kotler mendefinisikan
bauran pemasaran sebagai berikut, “marketing mix is the set of marketing
tools that the firm uses to pursue its marketing objective in the target
market.”
Bauran
pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar
sasaran. Dalam konteks pendidikan, bauran pemasaran (marketing mix)
adalah unsur-unsur yang sangat penting dan dapat dipadukan sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan strategi pemasaran yang dapat digunakan untuk
memenangkan persaingan.
Ada tujuh unsur
yang terdapat dalam bauran pemasaran yang biasa disingkat dengan 7P yaitu
terdiri dari 4P tradisional yang digunakan dalam pemasaran barang dan 3P
sebagai perluasan bauran pemasaran. Berikut penjelasan tentang unsur-unsur 7P
dari bauran pemasaran:
1.
Product (produk jasa pendidikan)
Kotler
mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen
untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar
sebagai pemenuhan keinginan atau kebutuhan pasar yang bersangkutan. Dalam
pengertian lain produk adalah keseluruhan konsep objek atau proses yang
memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Lebih spesifik Keegan menjelaskan
bahwa produk adalah koleksi sifat-sifat fisik, jasa dan simbolik yang
menghasilkan kepuasan atau manfaat bagi seorang pengguna atau pembeli.
Produk itu
sendiri terbagi atas lima tingkatan yaitu: 1) core benefit, ialah
manfaat dasar yang sebenarnya dibeli oleh konsumen, dalam hal ini adalah pendidikan;
2) Basic product atau versi dasar dari suatu produk, dalam hal ini
misalnya pengetahuan dan ketrampilan yang memiliki ciri khas; 3) expected
product yaitu sejumlah atribut yang menyertai diantaranya adalah kurikulum,
silabus, tenaga pendidik dsb; 4) Augmented product, merupakan produk
tambahan dengan tujuan agar berbeda dengan produk pesaing, misalnya output dari
lembaga pendidikan tersebut mampu berbahasa inggris baik lisan maupun tulisan,
computer, bahasa arab dsb; 5) Potensial product, yaitu seluruh tambahan
dan perubahan yang mungkin di dapat produk tersebut di masa depan diantaranya
semisal pengakuan lulusan lembaga tersebut di dunia kerja.
2.
Price
(harga jasa pendidikan)
Adalah sejumlah
uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Dalam
pengertian lain, harga adalah sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh
produk atau jasa. Harga dalam konteks jasa pendidikan adalah seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan jasa pendidikan yang ditawarkan. Elemen harga
jasa pendidikan dipertimbangkan mengenai penetapan harga seperti SPP, investasi
bangunan, biaya laboratorium dll.
Harga merupakan
elemen yang berjalan sejajar dengan mutu produk, apabila mutu produk baik, maka
calon siswa berani membayar lebih tinggi sepanjang di rasa masih dalam batas
jangkauan pelanggan pendidikan. Salah satu strategi yang sekarang dikembangkan
oleh beberapa lembaga pendidikan adalah skimming price artinya adalah
memasang harga yang setinggi-tingginya pada saat mulai dipasarkan dengan jaminan
bahwa produk yang ditawarkan memang berkualitas tinggi sehingga tidak
mengecewakan konsumennya, akan tetapi ketika hendak menetapkan harga sebaiknya
lembaga pendidikan memperhatikan sasaran yang hendak dicapai yaitu: 1) sasaran
yang berorientasi pada keuntungan yang bertujuan untuk mencapai target
pengembalian investasi, untuk memperoleh laba maksimum, 2) sasaran yang
berorientasi pada penjualan yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan,
mempertahankan/meningkatkan market share, dan sasaran yang berorientasi status
quo yang bertujuan untuk menstabilkan harga dan menghadapi pesaing.
Selain itu,
prinsip-prinsip penetapan harga menurut Zeithaml dan Bitner harus memenuhi tiga
hal mendasar yang biasa digunakan dalam menetapkan harga, yaitu: 1) penetapan
harga berdasarkan biaya (cost based pricing), 2) penetapan harga
berdasarkan persaingan (competition- based pricing) dan 3) penetapan
harga berdasarkan permintaan (demand-based pricing).
3.
Place
(lokasi/tempat jasa pendidikan disampaikan)
Tempat (place)
berarti berhubungan dengan dimana perusahaan jasa harus bermarkas dan melakukan
aktifitas kegiatannya. Dalam konteks jasa pendidikan, maka lokasi
sekolah/madrasah sedikit banyak menjadi preferensi calon pelanggan dalam
menentukan pilihannya.
Dalam hal ini
maka penyedia jasa perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut: a) akses yaitu
kemudahan mencapai lokasi, b) visibilitas yaitu lembaga pendidikan tersebut
dapat terlihat dengan jelas keberadaan fisiknya, c) lalu lintas dalam arti
tingginya tingkat kemacetan akan mempengaruhi minat konsumen terhadap penyedia
jasa tersebut, d) tempat parkir yang luas, e) ekspansi yaitu ketersediaan lahan
untuk kemungkinan perluasan usaha, f) persaingan yaitu dengan memperhitungkan
lokasi pesaing kita, 7) peraturan pemerintah, yaitu ketentuan pemerintah
tentang peruntukan lahan sesuai dengan standar pelayanan minimun yang harus
dianut oleh setiap lembaga pendidikan.
4.
Promotion
(promosi jasa pendidikan).
Menurut Buchori
Alma, promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan penjualan produk di pasaran dan
berhubungan langsung dengan masyarakat. Secara garis besar promosi bertujuan
untuk: 1) membangun kepedulian dan ketertarikan terhadap produk jasa dan
lembaga penyedia jasa, 2) membedakan jasa yang ditawarkan dan lembaga dari
pesaing, 3) mengkomunikasikan dan menggambarkan kelebihan jasa yang
tersedia/lembaga penyedia jasa tersebut, 4) membujuk customer untuk membeli dan
menggunakan jasa tersebut, memberikan informasi dan meyakinkan konsumen akan
manfaat produk yang dihasilkan.
Kegiatan
promosi yang dapat dilakukan adalah dengan cara advertising (iklan)
melalui media TV, radio, surat kabar, buletin, majalah, baliho, brosur dll.
Promosi penjualan seperti pameran pendidikan, bazar pendidikan dan invitasi.
Melakukan kontak langsung dengan calon siswa dan melakukan kegiatan berhubungan
dengan masyarakat. Tujuan utama dari promoasi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang
perusahaan dan bauran pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promosi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) menginformasikan (informing), dapat
berupa menginformasikan pasar mengenai keberadaan suatu produk baru,
memperkenalkan cara pemakaian.
Meskipun secara
umum bentuk-bentuk promosi memilik fungsi yang sama, tetapi bentuk-bentuk
tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas khususnya. Diantaranya yaitu:
1) personal selling, adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara
penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon
pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka
kemudian akan mencoba dan membelinya, 2) Mass selling merupakan
pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi
kepada khalayak ramai dalam satu tahun. Ada dua bentuk utama mass selling, yaitu periklanan dan
publisitas.
Periklanan
merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak digunakan perusahaan
dalam mempromosikan produknya. Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung
yang didasarkan pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk,
yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan
mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.
Publisitas
adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa secara
non-personal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar
untuk itu. Publisitas merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung
dalam suatu produk untuk membentuk citra produk yang bersangkutan. Dibandingkan
dengan iklan, publisitas memiliki kredibilitas yang lebih baik, karena
pembenaran (langsung maupun tidak) dilakukan oleh pihak lain selain pemilik
iklan, 3) promosi penjualan (sales promotion) adalah bentuk persuasi
langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk
merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang
yang dibeli pelanggan. Tujuan dari promosi penjualan sangat beraneka ragam.
Melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru,
mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk pesaing, mendorong pelanggan
untuk membeli lebih banyak, menyerang aktifitas promosi pesaing, meningkatkan impulse
buying (pembelian tanpa perencanaan sebelumnya), atau mengupayakan
kerjasama yang lebih erat dengan pengecer.
Public
relation (hubungan
masyarakat), merupakan upaya komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk
mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap
perusahaan tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kelompok-kelompok itu
adalah mereka yang terlibat, mempunyai kepentingan, dan dapat mempengaruhi
kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kelompok-kelompok tersebut dapat
terdiri atas karyawan yang tinggal di sekitar organisasi, pemasok, perantara,
pemerintah, serta media massa.
Direct marketing
adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif yang memanfaatkan satu atau
beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur dan atau transaksi
di sembarang lokasi. Dalam direct
marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen
individual, dengan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang
bersangkutan, baik melalui telepon, pos, atau dengan datang langsung ke tempat
pemasar. Teknik berkembang sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan)
pasar, dimana semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan
serta pilihan yang sangat individual.
Word
of mouth, pentingnya
penyerahan dan komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan
salah satu ciri khusus dari promosi dalam bisnis jasa. Pelanggan seringkali
memperhatikan dengan teliti penyerahan jasa dan kemudian menceritakan
pengalamannya pada pelanggan potensial
lainnya. Mereka yang senang dapat memberikan masukan pada penyedia jasa dan
pada kenyataannya beberapa bisnis khususnya didirikan untuk menawarkan jasa
seperti itu. Penelitian atas rekomendasi perseorangan melalui word of mouth
menjadi salah satu sumber yang penting,
dimana orang yang menyampaikan rekomendasi secara perseorangan seringkali lebih
disukai sebagai sumber informasi.
Pelanggan
memiliki harapan yang nyata. Pertama kali mereka memutuskan untuk membeli,
pelanggan mulai berinteraksi dengan penyedia jasa dan menemukan kualitas teknik
dan fungsional dari jasa yang ditawarkan. Sebagai hasil dari pengalaman
interaksi dan menilai kualitas tadi, pelanggan dapat menjadi tertarik atau
dapat pula tidak kembali lagi. Positif atau negatifnya komunikasi word of
mouth akan berpengaruh pada luasnya pengguna lain jasa.
5.
People
(Sumber Daya Manusia)
Menurut
Zeithaml dan Bitner, “People is all human actors who pay in service delivery
and thus influence the buyer’s perceptions: namely, the firm’s personnel, the
customer and other customers in the service environment.” Orang adalah
semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat
mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari people (sumber daya manusia)
dalam konteks jasa pendidikan adalah orang-orang yang terlibat dalam proses
penyampaian jasa pendidikan seperti tata usaha (TU), kepala sekolah, guru,
karyawan, (pendidik dan tenaga kependidikan). Dalam PP 19 tahun 2005 tentang
SNP dinyatakan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria
pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan.
Sumber daya
pendidik dan tenaga kependidikan ini sangat penting bahkan menjadi ujung tombak
dalam proses pemberian layanan pendidikan kepada para siswa dalam lembaga
pendidikan. Misalnya teknik mengajar yang tidak monoton, kemampuan penguasaan
teknologi, metode pengajaran yang menyenangkan, kemampuan memberi motivasi dll.
6.
Physical evidence
(bukti fisik jasa pendidikan)
Physical
evidence ialah
lingkungan fisik tempat jasa pendidikan diciptakan dan langsung berinteraksi
dengan konsumennya. Zeithaml dan Bitner mendefinisikan Physical evidence
sebagai “The environment in which the service is delivered and where the
firm and costumer interact, and any tangible components that facilitate
performance or communication of the service.
Terdapat dua
macam bukti fisik yaitu 1) bukti penting (essential evidence), merupakan
keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi jasa mengenai desain dan tata
letak (layout) dari gedung. Dalam konteks jasa pendidikan essential
evidence dapat berupa desain ruang kelas, gedung sekolah, perpustakaan,
lapangan olah raga dll. 2) bukti pendukung (peripheral evidence)
merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa,
jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap saja. Namun demikian mempunyai peran
penting dalam proses produksi jasa. Dalam konteks lembaga pendidikan, bukti
pendukung dapat berupa raport per semester, catatan prestasi siswa dll.
Lovelock
mengemukakan bahwa perusahaan melalui tenaga pemasarannya menggunakan tiga cara
dalam mengelola bukti fisik yang strategis, yaitu sebagai berikut: 1) An
attention-creating medium, perusahaan jasa melakukan diferensiasi dengan
pesaing dan membuat sarana fisik semenarik mungkin untuk menjaring pelanggan
dari target pasarnya, 2) As a message-creating medium, menggunakan
simbol atau isyarat untuk mengkomunikasikan secara intensif kepada audiens
mengenai kekhususan kualitas dari produk jasa, 3) An effect-creating medium;
baju seragam yang berwarna, bercorak, suara dan desain untuk menciptakan
sesuatu yang lain dari produk jasa yang ditawarkan.
7.
Process
(proses jasa pendidikan)
Zeithaml dan
Bitner mengartikan proses sebagai “The actual procedures, mechanisme, and
flow of activities by which the service is delivered the service delivery and
operating system.” Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan
aliran aktifitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini
mempunyai arti suatu upaya perusahaan dalam menjalankan dan melaksanakan
aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Untuk
perusahaan jasa, kerja sama antara pemasaran dan operasional sangat penting
dalam elemen proses ini, terutama dalam melayani segala kebutuhan dan keinginan
konsumen. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen maka kualitas jasa
diantaranya dapat dilihat dari bagaimana jasa menghasilkan fungsinya.
Proses dalam
jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa, seperti pelanggan jasa
akan sering merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian dari jasa itu
sendiri. Selain itu, keputusan dalam manajemen operasi adalah sangat penting
untuk suksesnya pemasaran jasa.
Seluruh
aktifitas kerja adalah proses, proses melibatkan prosedur-prosedur,
tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme-mekanisme, aktifitas-aktifitas, dan
rutinitas-rutinitas dengan apa produk (barang atau jasa) disalurkan ke
pelanggan. Identifikasi manajemen proses sebagai aktifitas terpisah adalah
prasyarat bagi perbaikan jasa. Pentingnya elemen proses ini khususnya dalam
bisnis jasa disebabkan oleh persediaan jasa yang tidak dapat disimpan.
Pada sebuah
lembaga pendidikan, yang merupakan fasilitas fisik adalah gedung/bangunan, dan
segala aktifitas yang terdapat didalamnya. Dalam konteks jasa pendidikan,
proses adalah suatu proses pendidikan yang meliputi segala kegiatan yang
mendukung terselenggaranya proses kegiatan belajar-mengajar guna terbentuknya
produk/lulusan (output) yang diinginkan. Dalam SNP proses mencakup
standar isi, standar proses, standar pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan), dan standar penilaian pendidikan.
Melalui
pengelolaan unsur-unsur bauran pemasaran tersebut diharapkan lembaga pendidikan
dapat menyusun suatu strategi yang lebih baik dalam meningkatkan kepuasan
pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan suatu kondisi dimana pelanggan merasa
apa yang diterimanya sama atau melebihi harapannya, atau dalam pengertian lain
kepuasan adalah, “Satisfaction is fulfilment of need, or the degree to which
an expectation is met.”
F.
Langkah-langkah strategis
implementasi pemasaran pendidikan
1.
Identifikasi pasar
Tahapan pertama
dalam pemasaran pendidikan adalah mengidentifikasi dan menganalisis pasar.
Dalam tahapan ini perlu dilakukan suatu penelitian/riset pasar untuk mengetahui
kondisi dan ekspektasi pasar termasuk atribut-atribut pendidikan yang menjadi
kepentingan konsumen pendidikan, termasuk dalam tahapan ini adalah pemetaan
dari sekolah lain.
2.
Segmentasi pasar dan positioning
Segmentasi
pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan berdasarkan
kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang mungkin membutuhkan produk
yang berbeda. Sedangkan positioning
(pemosisian) adalah karakteristik dan pembedaan (diferensiasi) produk yang
nyata dan memudahkan konsumen untuk membedakan produk jasa antara satu lembaga
dengan lembaga lainnya.
Penentuan
target pasar merupakan langkah penting dalam pengelolaan lembaga pendidikan.
Dalam pasar yang sangat beragam karakternya, perlu ditentukan atribut-atribut
apa yang menjadi kepentingan utama bagi pengguna pendidikan. Secara umum, pasar
dapat dipilah berdasarkan karakteristik demografi, geografi, psikografi, maupun
perilaku.
Dengan
demikian, sekolah akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran sehubungan
dengan karakteristik dan kebutuhan pasar. Setelah kita mengetahui karakter
pasar, maka kita akan menentukan bagian pasar mana yang akan kita layani.
Tentunya secara ekonomis, melayani pasar yang besar akan membawa sekolah masuk
ke dalam skala operasi yang baik.
3.
Diferensiasi produk
Melakukan
diferensiasi merupakan cara yang efektif dalam mencari perhatian pasar. Dari
banyaknya lembaga pendidikan yang ada, orang tua siswa akan kesulitan untuk
memilih sekolah anaknya dikarenakan atribut-atribut kepentingan antar lembaga
pendidikan semakin standar. Lembaga pendidikan hendaknya dapat memberikan
tekanan yang berbeda dari sekolah lainnya dalam bentuk kemasan yang menarik,
seperti logo dan slogan. Fasilitas internet mungkin akan menjadi standar, namun
jaminan internet yang aman dan bersih akan menarik perhatian orang tua.
Melakukan
pembedaan secara mudah dapat pula dilakukan melalui bentuk-bentuk tampilan
fisik yang tertangkap oleh panca indra yang memberikan kesan baik, seperti
pemakaian seragam yang menarik, gedung sekolah yang bersih atau stiker sekolah.
Strategi diferensiasi akan menempatkan organisasi secara unik untuk memenuhi
kebutuhan khusus pelanggan. Secara umum, organisasi akan memberikan nilai
penting bagi pelanggan sehingga pelanggan bersedia membayar dengan harga
tinggi.
Menurut Hooley
dan Sauders ada empat cara diferensiasi, yaitu: diferensiasi harga,
diferensiasi promosi, diferensiasi distribusi. Sementara itu Kotler membedakan
diferensiasi dengan cara diferensiasi produk, diferensiasi pelayanan,
diferensiasi karyawan, dan diferensiasi citra. Hal lain yang dikemukakan
Kotler, walaupun banyak macam strategi yang tersedia, tapi dapat dikategorikan
menjadi tiga jenis strategi umum, yaitu sebagai berikut:
Strategi
keunggulan biaya (cost leadership); dengan strategi ini organisasi
berusaha untuk menjadi pemimpin biaya (cost leader), dalam arti dengan
kualitas produk yang relatif sama dengan pesaing, organisasi dapat memberikan
harga yang jauh lebih murah. Strategi ini diarahkan untuk mencapai semua segmen
dengan menarik pelanggan sebanyak mungkin.
Strategi
diferensiasi (differentiation); dengan strategi ini organisasi berusaha
untuk menghantarkan produk yang unik dalam industrinya pada beberapa dimensi
yang secara umum dihargai oleh pelanggan. Strategi ini juga diarahkan untuk
mencakup semua segmen dengan menarik sebanyak mungkin pelanggan.
Strategi fokus (focus
strategy); dengan strategi ini organisasi hanya memfokuskan pada segmen
tertentu untuk kemudian dilayani dengan strategi keunggulan biaya atau strategi
diferensiasi. Dengan mengoptimumkan strateginya untuk segmen sasaran, penganut
strategi fokus berusaha mencapai keunggulan bersaing di dalam segmen sasaran
walaupun tidak memiliki keunggulan bersaing secara keseluruhan.
4.
Komunikasi pemasaran
Idealnya
pengelola lembaga pendidikan dapat mengkomunikasikan pesan-pesan pemasaran
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pasar. Sebagai lembaga ilmiah, lembaga
pendidikan akan lebih elegan apabila bentuk-bentuk komunikasi disajikan dalam
bentuk/format ilmiah, seperti menyelenggarakan kompetisi bidang studi, forum
ilmiah/seminar, dan yang paling efektif adalah publikasi prestasi oleh media
independen (misalnya berita dalam media massa).
Komunikasi yang
sengaja dilakukan lembaga pendidikan dalam bentuk promosi atau bahkan iklan
sekalipun perlu menjadi pertimbangan. Bentuk dan materi pesan hendaknya dapat
dikemas secara elegan, namun menarik perhatian agar sekolah tetap dalam image
sebagai pembentuk karakter dan nilai yang baik. Publikasi yang sering terlupakan,
namun masih memiliki pengaruh yang kuat adalah promosi mouth to mouth.
Alumni yang sukses dapat membagi pengalaman (testimoni) atau bukti keberhasilan
sekolah.
G.
Indikator Keberhasilan Pemasaran Pendidikan
1.
Kepuasan pelanggan pendidikan
Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin “statis”
yang berarti cukup baik, memadai, dan “factio” yang berarti melakukan
atau membuat. Sehingga kepuasan (satisfaction) dapat diartikan sebagai
upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Zeithaml menyatakan bahwa
“Satisfaction is the consumer’s fulfillment response. It is a judgement that
a product pleasurable level of consumption related fulfillment.” Jadi dapat
ditegaskan bahwa kepuasan merupakan respon konsumen yang sudah terpenuhi
keinginannya tentang penggunaan barang atau jasa yang mereka pakai.
Pembelian atau
pemakaian ulang serta mengajak temannya untuk menggunakan produk dan jasa yang
dihasilkan pendidikan terjadi karena customer delivered value (nilai
yang diterima pelanggan). Secara matematis kepuasan adalah selisih antara total
customer value dengan total customer cost.
Pemasaran dalam
konteks jasa pendidikan adalah sebuah proses sosial dan manajerial untuk
mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan (creation)
penawaran, pertukaran produk yang bernilai dengan pihak lain dalam bidang
pendidikan. Total customer value berarti jumlah segala pengorbanan yang
dikeluarkan seseorang untuk memperoleh barang dan jasa. Yang artinya
perbandingan antara pengorbanan waktu, tenaga, dan uang yang dikeluarkan dengan
nilai manfaat hasil yang sama.
Beberapa
pendapat dan teori tentang kepuasan pelanggan dapat ditunjukkan sebagai
berikut: pertama, contrast theory yang berasumsi bahwa konsumen akan
membandingkan kinerja produk aktual dengan ekspektasi para pembelian, dimana
apabila kinerja aktual lebih besar atau sama dengan ekspektasi, maka pelanggan
akan puas, dan begitu pula sebaliknya apabila kinerja aktual lebih rendah dari
ekspektasi maka konsumen akan mengalami ketidakpuasan.
Kedua,
assimilation theory
menyatakan bahwa evaluasi purna beli merupakan fungsi positif dari ekspektasi
konsumen para-pembelian, karena proses diskonfirmasi secara psikologis tidak
enak dilakukan, konsumen cenderung secara perseptual mendistorsi perbedaan
antara ekspektasi dan kinerjanya kearah ekspektasi awal sehingga penyimpangan
ekspektasinya cenderung akan diterima oleh konsumen yang bersangkutan.
Ketiga,
assimilation-contrast theory
berpandangan bahwa terjadinya efek asimilasi (assimilation effect) atau
efek kontras (contrast effect) merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan
antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual. Apabila kesenjangannya
besar, konsumen akan memperbesar gap tersebut. Dengan kata lain, rentang waktu
yang diterima (acceptable deviations) dilewati, maka kesenjangan antara
ekspektasi dan kinerja akan menjadi signifikan sehingga disitulah efek kontras
berlaku.
Stauss dan
Neuhaus sebagaimana yang dikutip oleh Fandhy dan Georgorius membedakan lima
tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi antara emosi
spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa
depan pemasok jasa, dan minat berperilaku untuk memilih lagi penyedia jasa
bersangkutan tersebut. Tipe-tipe tersebut antara lain:
Demanding
customer satisfaction,
merupakan tipe kepuasan aktif, relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi
positif, terutama optimisme dan kepercayaan. Berdasarkan pengalaman positif di
masa lalu, pelanggan dengan tipe kepuasan ini berharap bahwa penyedia jasa
bakal mampu memuaskan ekspektasi mereka yang semakin meningkat di masa depan.
Selain itu, mereka bersedia meneruskan relasi yang memuaskan dengan penyedia
jasa sehingga loyalitas akan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
meningkatkan kinerjanya seiring dengan tuntutan pelanggan.
Stable
customer satisfaction
yaitu pelanggan yang memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku yang
demanding. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness and
trust dalam relasi yang terbina saat ini, dimana mereka menginginkan segala
sesuatunya tetap sama. Berdasarkan pengalaman positif yang terbentuk, mereka
bersedia melanjutkan relasi dengan penyedia jasa.
2.
Loyalitas pelanggan pendidikan
Loyalitas (customer
loyality) adalah “Frekuensi of use or the proportion of re-use of the
service. Loyality can also be observed when service customers or consumers
recommend or even urge others to use the service.” Maksud dari pengertian
ini adalah bahwa kesetiaan pelanggan di ukur dengan frekuensi penggunaan atau
proporsi penggunaan kembali (re-use) sebuah jasa. Kepuasan tersebut
dapat juga diamati ketika pelanggan jasa menganjurkan atau mendesak orang lain
untuk mengkonsumsi jasa tersebut. Jadi kesetiaan pelanggan dapat di lihat dari
perilaku pelanggan.
Oliver
menyatakan, “customer loyality is a deeply held commitment to rebuy or
repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite
situational influence and marketing efforts having the potential to cause switching
behaviour.” Pengertian Oliver tersebut menyiratkan bahwa pelanggan yang
loyal merupakan konsumen yang memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk
melakukan pembelian ulang atas suatu produk secara konsisten dalam jangka
panjang, meskipun terdapat berbagai pengaruh atau tawaran lain dari produk
pesaing. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelanggan yang loyal mempunyai
“fanatisme permanen” terhadap sebuah produk/jasa atau suatu perusahaan yang
telah menjadi pilihannya.
Griffin
mendefinisikan loyalitas sebagai “Loyality is defined as non random purchase
expressed by some decision marking unit.” Berdasarkan definisi ini terlihat
bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku, yang ditunjukkan dengan
pembelian rutin. Didasarkan pada unit pengambilan keputusan.
Berdasarkan
pengertian tersebut, kepuasan pelanggan dalam konteks pendidikan dapat diamati
pada perilaku siswa yang melakukan kegiatan rutin, seperti masuk sekolah rutin,
pembayaran SPP, dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga setiap
harinya. Loyalitas lebih mengacu pada perilaku yang relatif stabil dalam jangka
panjang dari unit-unit pengambil keputusan untuk melakukan kegiatan secara
terus-menerus terhadap program lembaga pendidikan yang dipilih.
Keuntungan-keuntungan
yang diperoleh lembaga pendidikan jika memiliki siswa yang loyal adalah: 1)
mengurangi biaya pemasaran—sebab biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal,
2) Mengurangi biaya transaksi kontrak, biaya, pemrosesan pemesanan dll, 3)
Mengurangi biaya tern over consumen—karena pergantian konsumen yang
lebih sedikit, 4) meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa
pasar lembaga, 5) word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa
konsumen yang loyal juga berarti merasa puas, dan mengurangi biaya kegagalan.
Siswa yang
loyal harus merupakan aset yang tak ternilai bagi lembaga pendidikan, sebab
karakteristik loyal adalah: 1) melakukan transaksi ulang secara teratur (repeat
purchase), 2) membeli diluar lini produk/jasa (purchase accross product
lines), 3) mengajak orang lain (refer others), 4) menunjukkan
kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan
persaingan produk sejenis lainnya—immunity).
Konsumen yang
loyal harus melalui berbagai tahapan, sebab membutuhkan proses yang lama. Dalam
praktik pendidikan, siswa—sebagai konsumen—yang loyal akan menunjukkan perilaku
rajin dan tekun mengikuti program KBM yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan, sering memberi saran yang membangun, merekomendasikan lembaga
pendidikan tersebut kepada kerabat/orang lain, tidak pindah ke lembaga lain,
dan kebal terhadap daya tarik lembaga pendidikan lain. Untuk dapat menciptakan
loyalitas para siswa maka dalam penyelenggaraan pendidikan harus dapat memahami
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Keuntungan
memiliki sejumlah siswa yang loyal terhadap lembaga pendidikan adalah
memberikan citra bahwa jasa pendidikan yang ditawarkan tersebut dapat diterima
dan dikenal oleh masyarakat luas, memiliki reputasi baik, dan sanggup untuk
memberikan dukungan layanan dan peningkatan mutu pendidikan.
Ukuran variabel
loyalitas siswa didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh pendapat Griffin,
Kotler, dan Karen F.A Fox, adalah: Pembelian ulang (repeat) dengan
indikator-indikatornya: 1) frekuensi mengikuti KBM, 2) frekuensi mengerjakan
tugas-tugas guru, 3) frekuensi untuk belajar mandiri dalam suatu mata
pelajaran, 4) frekuensi memberikan saran yang membangun bagi lembaga
pendidikan.
Penciptaan
prospek (refers others) dengan indikator-indikatornya: 1) frekuensi
menyarankan suatu lembaga pendidikan tertentu agar siswanya mau melanjutkan ke
lembaga pendidikannya, 2) kekebalan terhadap pesaing (immunity) dengan
indikator-indikator: a) tingkat kekuatan (daya pikat) dapat menikmati segala
fasilitas yang disediakan lembaga pendidikan tanpa harus pindah ke lembaga
pendidikan lain, b) kebanggaan kepada lembaga pendidikan sendiri di banding
kepada lembaga pendidikan lain, c) konsistensi dalam membandingkan daya tarik
dengan lembaga pendidikan lain.
Hubungan
harmonis dengan indikator-indikatornya adalah: 1) perhatian pimpinan atas
keluhan-keluhan yang disampaikan siswa, 2) perhatian karyawan (guru, staf dll)
pada siswa atas ide-ide (inovasi) yang disampaikan, 3) perhatian staf/ pegawai
pada siswa atas keluhan-keluhan layanan akademik yang disampaikan.
Penyampaian
hal-hal positif dengan indikator-indikatornya adalah: 1) frekuensi memberikan
informasi tentang hal-hal positif program lembaga pendidikan kepada teman,
saudara/kerabat, 2) frekuensi memberikan informasi lembaga pendidikan kepada
jenjang lembaga pendidikan dibawahnya, 3) frekuensi memberikan informasi
lembaga pendidikan tersebut kepada lembaga pendidikan lain yang membutuhkan.
Hambatan untuk
berpindah, dengan indikator-indikatornya adalah: 1) frekuensi lembaga
pendidikan tersebut dalam mengadakan bursa kegiatan pendidikan, 2) frekuensi
lembaga pendidikan untuk meningkatkan daya saing dengan lembaga pendidikan lain
melalui lomba karya ilmiah, 3) frekuensi mengadakan kontak dengan lembaga
pendidikan lain yang membutuhkan tenaga kerja, 4) keinginan siswa untuk tetap
bertahan di lembaga pendidikan tersebut meskipun ada godaan untuk pindah ke
lembaga pendidikan lain.
STRATEGI
PEMASARAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM… (Read More…)
DAFTAR PUSTAKA
Arief
Furchan, Transformasi pendidikan Islam di
indonesia; anatomi keberadaan madrasah dan PTAI (Yogyakarta: Gama Media,
2004).
Buchori
alma, Manajemen Corporate dan Strategi
Pemasaran Jasa Pendidikan; Fokus pada mutu dan layanan prima, (Bandung:
Alfabeta, 2008).
Felix
Maringe & Paul Gibbs, Marketing
Higher Education: Theory and Practice, (NewYork: Open University Press
McGraw Hill Education, 2009)
Imam
Machali, Manajemen Pemasaran Jasa
pendidikan madrasah, dalam Antologi Kependidikan Islam: kajian pemikiran
pendidikan Islam dan manajemen pendidikan Islam, (Yogyakarta: Jurusan KI
Fakultas Tarbiyah, 2010),
M.
Taufiq Amir, Dinamika Pemasaran; Jelajahi
dan Rasakan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005).
Mahmud
Arif, Panorama Pendidikan Islam di
Indonesia; Sejarah, Pemikiran dan kelembagaan, (Yogyakarta: Idea Press,
2009).
Mamduh
M. Hanafi, Manajemen (Yogyakarta:
STIE YKPN, 2011),
Philip
Kotler dan Gary Armstrong, Dasar-dasar
Pemasaran; Jilid I, terj. Benyamin Molan, (prentice Hall, inc: 1996).
Risityanti
Prasetijo dan John JOI Ihalaw, Perilaku
Konsumen, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005).
Tim Dosen administrasi
pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan,
(Yogyakarta: Alfabeta, 2011),.
Zamakhsyari
Dhofier, Pesantren dan Modernitas, Makalah disampaikan dalam seminar ilmiah di
PP Nurussalam al Munawwir Krapyak Yogyakarta, 22 Januari 2011.