Jumat, 18 Desember 2015

SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH UNGGULAN
DI MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA
TANGERANG, MADRASAH ALIYAH NEGERI I BANDUNG
DAN MADRASAH ALIYAH NEGERI DARUSSALAM CIAMIS
(Pembacaan terhadap tulisan Disertasi Supiana)

Cahaya Khaeroni

A. Pendahuluan

Ada dua sistem yang dikenal di dalam dunia pendidikan diantaranya yaitu; sistem pendidikan umum dan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan umum mengambil bentuk sekolah yang lulusannya unggul dalam bidang pengetahuan dan teknologi, sedangkan sistem pendidikan Islam mengambil bentuk madrasah yang lulusannya unggul dalam bidang iman dan takwa. Meskipun pada awalnya, madrasah didirikan supaya lebih menekankan kepada aspek moral dan spiritual, tidak mementingkan ijazah dan orientasi pendidikan yang dikembangkan lebih ditujukan untuk menuntut ilmu sebagai bentuk ibadah kepada Allah agar mendapat ridla-Nya. Namun, seiring dengan perubahan zaman, terutama pasca kemerdekaan, pemikiran untuk mengembangkan madrasah terus-menerus dilakukan oleh pemerintah (Departemen Agama) dan masyarakat. Terlebih kebutuhan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat muslim, terhadap madrasah yang dapat menghasilkan anak didik yang berilmu pengetahuan tinggi dan beragama kuat, semakin meningkat.
Persoalan yang kemudian muncul adalah mengenai masalah kualitas. Meskipun berbagai langkah telah dilakukan pemerintah seperti melalui program madrasah wajib belajar (MWB) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang memberikan kesetaraan antara lulusan madrasah dan sekolah. Kondisi madrasah secara umum terutama jika diukur dari kualitas lulusannya ternyata kalah unggul dibandingkan lulusan dari sistem pendidikan umum. Sehingga atas dasar itulah kebutuhan untuk mencari model madrasah unggulan telah menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Hal inilah yang nampaknya menarik perhatian Supiana untuk mengkaji lebih lanjut tentang keberadaan dan model-model madrasah unggulan yang dalam hal ini meliputi: Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Tangerang, Madrasah Aliyah Negeri I Bandung Dan Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Ciamis. Baginya hal ini sangatlah penting untuk melengkapi kajian-kajian pokok dalam pendidikan Islam, Supiana sendiripun agaknya cukup kecewa karena para pengkaji pendidikan ternyata cenderung mengabaikan aspek-aspek tersebut. Laporan-laporannya tentang hal ini menawarkan sejumlah kemungkinan bagi riset masa depan dan cara-cara mengembangkan model pendidikan Islam/madrasah secara lebih baik dan unggul dalam masyarakat Islam.
Dalam tulisan ringkas ini penulis hendak mencoba untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pemikiran Supiana, khususnya terkait dengan kajian model-model pendidikan madrasah unggulan. Dengan harapan, semoga tulisan ringkas ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan khazanah keilmuan dan keIslaman di bumi Indonesia tercinta, amin.

B. Problem (kegelisahan akademik)
Supiana menilai bahwa dalam lingkup dunia pendidikan Islam khususnya madrasah, para sarjana cenderung mengabaikan tentang bagaimana menemukan format sistem pendidikan madrasah unggulan yang tidak hanya unggul dari segi ilmu agama (IMTAQ) tetapi juga unggul dalam bidang ilmu dan teknologi (IPTEK). Hal ini dibuktikan oleh Supiana melalui data yang dia peroleh dari Departeman Agama RI Tahun 2005 yang mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 3226 Madrasah Aliyah, 457 di antaranya berstatus negeri, 68 filial dan 2701 swasta. Namun, dari jumlah tersebut hanya sebahagian kecil saja yang tergolong unggul atau berkualitas.
Adapun selain itu, Supiana juga menilai bahwa meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berusaha mengangkat posisi madrasah, seperti kebijakan program madrasah wajib belajar (MWB) pada tahun 1958; Kebijakan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) yaitu kebijakan yang memberikan kesetaraan antara lulusan madrasah dan sekolah pada tahun 1975; kebijakan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan 29 Tahun 1990, serta Keputusan Menteri Agama Nomor 373 dan 374; serta kebijakan dengan dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan kesempatan kepada para siswa dan alumninya memiliki peluang yang sama untuk bersaing masuk ke dunia kerja dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Hanya saja, hal ini tidaklah secara serta merta membuat madrasah menjadi lebih baik, bahkan jika dicermati secara lebih seksama fenomena di lapangan, terutama jika dilihat dan diukur dari segi kualitas lulusannya, sistem pendidikan umum masih sangat jauh lebih unggul dibandingkan sistem pendidikan madrasah.
Untuk itulah Supiana menghendaki sebuah penelitian terhadap tipe dan karakter dari model-model madrasah unggulan yang jumlahnya masih sangat minim sekali di Indonesia. Supiana meyakini bahwa dengan munculnya gagasan mengenai model-model madrasah unggulan, maka mutu pendidikan madrasah akan berani bersaing secara kompetetif dengan mutu lulusan sekolah menengah umum. Sehingga atas dasar itulah dia mengusulkan bahwa kajian-kajian mengenai pencarian model-model madrasah unggulan harus terus-menerus dilakukan oleh para sarjana pendidikan Islam.

C. Pentingnya topik penelitian
Penelitian Supiana penting untuk memberikan penjelasan secara lebih terperinci mengenai bagaimana sistem dan model pendidikan madrasah unggulan yang ideal. Meskipun penelitian ini tidak bisa dikatakan sebagai  sesuatu yang baru, penelitian yang dilakukan Supiana cukup banyak memperkaya kajian-kajian pendidikan Islam, khususnya yang berhubungan dengan perbaikan sistem dan model pendidikan madrasah unggulan. Upaya yang dilakukan Supiana dengan membandingkan tiga model madrasah unggulan secara sekaligus (Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Tangerang, Madrasah Aliyah Negeri I Bandung Dan Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Ciamis) tentu saja cukup memberikan warna tersendiri. Seperti apa yang dikatakan oleh Supiana sendiri bahwa pemilihan sumber primer penelitian lebih didasarkan pada keunggulan-keunggulan yang dimiliki dari tiga Madrasah Aliyah tersebut, diantaranya seperti pada kematangan dalam mempersiapkan visi, misi dan tujuan pendidikan, sistem penerimaan dan pembinaan siswa, mekanisme penerima tenaga kependidikan khususnya guru, desain isi/kurikulumnya, kelengkapan dan memadainya sarana dan prasarana pendidikan dan jaringan kerja sama dengan stakeholder serta penciptaan situasi lingkungan madrasah yang sangat kondusif.


D. Hasil penelitian terdahulu
Supiana telah menelaah karya-karya para peneliti sebelumnya, diantaranya seperti karya:
1.    Karya Karel Steenbrink dalam Sekolah, Madrasah dan Pesantren: Pendidikan Islam pada kurun Modern mengkaji sejarah perkembangan Pendidikan Islam dari pesantren hingga madrasah dan sekolah, sebuah tinjauan historis dari zaman kolonial Belanda sampai zaman kemerdekaan Indonesia. Situasi Pendidikan Islam pada akhir abad ke- 19 dan awal abad 20 mengambil jalan tersendiri, yakni tetap berpegang pada tradisinya sendiri. Pada perkembangan selanjutnya sekolah Islam dan madrasah mengembangkan satu model pendidikan tersendiri yang berbeda dan terpisah dari sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sistem pendidikan umum di Indonesia bukanlah timbul akibat penyesuaiannya dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Bahkan ia memprediksi bahwa sistem pendidikan Islam lama kelamaan akan menyesuaikan diri dan masuk ke dalam sistem pendidikan umum Indonesia.
2.    Karya M.Maksum dalam Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, mengkaji bahwa aspek yang paling menonjol dan yang paling mempengaruhi perkembangan madrasah sejak masa klasik adalah politik dan pemikiran keagamaan. Sedangkan, khusus yang melatarbelakangi pertumbuhan madrasah di Indonesia secara konkrit adalah adanya desakan politik pendidikan kolonial Belanda dan munculnya pembaharuan pemikiran keagamaan. Eksistensi madrasah bukan hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal tetapi juga ikut mempengaruhi faktor eksternal. Ia menyarankan agar madrasah memposisikan diri dan sekaligus mengembangkan paradigma baru yang lebih transformatif, sejalan dengan perkembangan politik dan pemikiran keagamaan.
3.    Dalam karya Mastuhu yang lain, Dinamika Madrasah pada Masa Orde Baru Maksum menyimpulkan, bawa kebijakan Pemerintah Orde Baru terhadap pendidikan agama termasuk madrasah bersifat positif dan konstruktif khususnya pada dekade 1980-an dan 1990-an. Dengan pendekatan politik Orde Baru yang akomodatif. Pada dekade sebelumnya, tahun 1970-an terjadi ketegangan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum akibat dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 15 Tahun 1975, yang kemudian melahirkan SKB Tiga Menteri Tahun 1975. Dengan lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional madrasah menjadi terintegrasi ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Integrasi dalam arti pengakuan bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional bukan merupakan integrasi dalam arti penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Mastuhu dalam salah satu karyanya Memberdayakan Sistem Pendidikan Pesantren, mengkaji bagaimana agar anak-anak madrasah memperoleh kesempatanyang sama untuk memasuki lapangan pekerjaan dan studi lanjut di perguruan tinggi negeri. SKB Tiga Menteri yang bertujuan meningkatkan mutu madrasah, dalam kenyataannya tetap menunjukan adanya distingsi yang berbeda secara tajam. Anak-anak dari jalur pendidikan madrasah tidak mampu bersaing secara penuh dengan anak-anak dari sekolah umum dalam memasuki lapangan kerja dan studi lanjut di perguruan tinggi negeri umum. Terdapat perbedaan mendasar antara sistem pendidikan madrasah dengan sistem pendidikan umum, yakni masih terdapat dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum. Ketidakmampuan SKB dalam menghilangkan dikotomi karena SKB tidak diikuti dengan konsep akademik yang jelas dalam mengintegrasikannya. Untuk mencapai tujuan ideal pendidikan madrasah dan menghilangkan dikotomi ilmu Mastuhu mengusulkan, pertama integrasi ilmu disertai dengan konsep ilmiah untuk mengintegrasikannya; kedua setiap mata pelajaran harus dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai alat dan sebagai tujuan; ketiga perlu dibudayakan penggunaan istilah-istilah baru sebagai pengganti istilah-istilah lama yang menunjukan adanya dikotomi; keempat madrasah dengan semua tingkatannya harus berada dalam dinamika sistem yang melengkapi satu dengan yang lainnya.
4.    Karya lainnya dari Mastuhu adalah Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 (The New Mind Set of National Education in the 21st Century), mengkaji Gambaran umum Sistem Pendidikan Nasional dan tantangan Sistem Pendidikan Nasional, penataan ulang pemikiran sistem Pendidikan Nasional dalam abad mendatang dan prospek politik pendidikan Indonesia, terakhir tawaran ide-ide cemerlang untuk menata ulang pemikiran Sistem Pendidikan Nasional yang lama.
5.    Azyumardi Azra dalam Pendidikan: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Mengkaji dua kategori sekolah Islam di Indonesia. Pertama sekolah Islam yang meniru model sekolah negeri yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional dengan memberi penekanan khusus pada pelajaran agama; kedua sekolah dalam bentuk madrasah yang pada perkembangan terakhir memiliki sebahagian ciri sistem pendidikan modern dan mata pelajaran modern (umum) di samping berpegang pada tradisi dengan menyajikan pelajaran agama dalam jumlah yang banyak. Dengan diberlakukannya UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, madrasah harus menerapkan kurikulum nasional 1994 yang ditetapkan oleh Diknas, maka madrasah pada dasarnya sepadan dengan sekolah. Perbedaannya dengan sekolah umum, di samping madrasah menggunakan kurikulum sekolah umum 100% juga memberikan mata-mata pelajaran agama Islam dengan jumlah relatif banyak. Inilah yang membuat madrasah "lebih Islami" dari pada sekolah lainnya. Respon umat Islam terhadap sekolah Islam dan madrasah di satu pihak, dan perkembangan masyarakat dan teknologi di pihak lain memunculkan sekolah elit muslim atau sekolah Islam unggulan yang menjadi alternatif pendidikan Islam. Sayangnya jenis sekolah ini hanya untuk masyarakat yang bersedia membayar mahal. Orang tua muslim pada umumnya mempercayai bahwa lingkungan madrasah dan sekolah elit muslim lebih aman dibandingkan dengan lingkungan sekolah umum.

E.  Metodologi penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan oleh Supiana adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitiannya adalah pendekatan sistem (system approach). Faktor-faktor yang dikaji dari pendekatan tersebut meliputi komponen-komponen sistem pendidikan, yakni: raw input, instrument input, environment input, proses belajar dan out put. Analisis data dalam penelitian Supiana dilakukan dengan tahapan unitisasi data, kategorisasi data dan penafsiran data, analisis data dilengkapi dengan analisis komparasi, tujuan analisis komparasi adalah untuk melihat ada atau tidak adanya konsistensi kemunculan data dan bukti-bukti pendukung data penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber pada waktu triangulasi dilaksanakan. Data dan bukti-bukti pendukung data yang muncul secara konsisten dijadikan dasar untuk merumuskan berbagai proposisi yang berkaitan dengan aspek-aspek yang mendukung pendidikan madrasah unggulan.
Penelitian kualitatif yang digunakan di dalam penelitian supiana ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) menggunakan pengukuran kualitatif terhadap data atau informasi yang dikumpulkan, (2) data kualitatif berbentuk deskripsi rinci tentang situasi, orang, kejadian, interaksi dan tingkah laku yang dapat diamati, khususnya yang berkaitan dengan situasi yang mendukung sistem pendidikan madrasah unggulan dan pengembangannya (3) deskripsi rinci tersebut menyangkut tujuan pendidikan madrasah unggul, siswa, pendidik, isi/materi, alat pendidikan, dan situasi lingkungan pendidikan madrasah. (4) data kualitatif diperoleh secara empirik diuraikan dalam bentuk uraian terbuka yang bebas dari segala usaha untuk menyesuaikannya dengan program kegiatan dan pengalaman manusia ke dalam bentuk standar kategori yang ditentukan terlebih dahulu seperti pilihan jawaban yang terdapat dalam angket. (5) menggunakan pendekatan holistik atau menyeluruh, induktif, dan bergerak dari suatu fakta ke fakta yang lain sampai ditemukan gambaran umum situasi pendidikan madrasah unggulan, (6) pengumpulan data menggunakan kerangka konseptual dengan tujuan untuk membatasi fokus perhatian dalam melakukan penelitian, (7) analisis data kualitatif dilakukan secara induktif melalui analisis komparasi dalam bentuk narasi yang didukung oleh jaringan kausal dalam rangka menemukan proposisi-proposisi yang menjadi dasar perumusan teori dasar atau grounded theory, (8) analisis dan verifikasi data penelitian dilakukan sejak awal sampai akhir penelitian dalam proses yang bersifat siklikal melalui pemeriksaan terhadap: (a) pengamatan terhadap situasi pendidikan madrasah unggulan, (b) dokumen. (3) wawancara, (4) reduksi data yang dilakukan melalui proses memilih, memfokus, menyederhanakan, mempertajam, mengorganisasi dan melakukan abstraksi data yang telah terkumpul sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat diuji kebenarannya.
Selain itu, sesuai dengan kaidah penelitian kualitatif maka selain peneliti (baca:Supiana) adalah sebagai perencana penelitian, Supiana juga berperan sebagai pengumpul data, penganalisis dan penafsir data penelitian. Analisis data penelitian Supiana dilakukan setelah data terkumpul, terkadang sambil mengumpulkan data Supiana menerimanya dengan kritis dan langsung dianalisis. Alasan yang mendasari kegiatan tersebut adalah: (1) memberikan kesempatan kepada peneliti (baca: Supiana)untuk melakukan chek dan recheck terhadap kebenaran data dan analisis data, (2) memperkuat derajat keabsahan data dan derajat kepercayaan hasil analisis data, (3) analisis data penelitian yang dilakukan setelah pengumpulan data penelitian selesai menghadapkan peneliti pada setumpuk data yang harus dianalisis sehingga dapat menjadi sumber terjadinya berbagai kesalahan, (4) pengecekan kebenaran data penelitian setelah pengumpulan data selesai mengurangi tingkat keabsahan data penelitian karena situasi yang diperhatikan pada waktu pengumpulan data penelitian berlangsung mungkin sudah tidak ada lagi, (5) pemisahan antara pengumpulan data dan analisis data penelitian menyebabkan derajat kepercayaan hasil analisis data berkurang. Selain alasan tersebut di atas pelaksanaan analisis data penelitian yang bersamaan dengan pengumpulan data penelitian memberikan kesempatan kepada para peneliti untuk pulang balik antara memikirkan data yang ada dan menyusun strategi pengumpulan data yang sering kali kualitasnya lebih baik karena dapat merupakan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin ada. Alasan-alasan tersebut di atas bertambah penting karena sebagian data penelitian yang terkumpul adalah percakapan-percakapan yang terjadi di dalam proses wawancara. Untuk menghindari kesalahan dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan pedoman pengumpulan data penelitian yaitu: Bagaimanakah penerapan komponen-komponen sistem pendidikan di MAN Insan Cendikia, MAN 1 Bandung, dan MAN Darussalam Ciamis? Apakah yang menjadi indikator utama dari sistem pendidikan Madrasah Aliyah Unggulan? Bagaimanakah sistem pendidikan Madrasah Aliyah Unggulan?
Data penelitian yang dikumpulkan dalam penelitian Supiana ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer yakni data utama yaitu data mengenai tujuan pendidikan madrasah unggul, siswa, pendidik, isi/materi, alat pendidikan, dan situasi lingkungan pendidikan madrasah. Data primer tersebut bersumber dari pengelola madrasah, mulai dari Kepala dan wakil kepala madrasah, Guru, Wali kelas, pengurus komite madrasah dan siswa Sedangkan sumber data sekunder dari beberapa dokumen yang ada di lembaga madrasah tersebut digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer sehingga kedua jenis data tersebut saling melengkapi dan memperkuat analisis permasalahan. Objek penelitian ini adalah seluruh Madrasah Aliyah unggulan yang ada di Propinsi Jawa Barat dan Banten yang berjumlah 59 madrasah dari 790 madrasah, terdiri dari madrasah berstatus negeri dan swasta. Kriteria Madrasah Aliyah unggul yang digunakan adalah hasil akreditasi Dewan Madrasah. Dalam pedoman akreditasi, Madrasah Aliyah dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu cukup (C),baik (B) dan amat baik (A). Yang termasuk kategori amat baik itu dalam pedoman akreditasi disebut unggul.1 Di samping kriteria dari hasil akreditasi digunakan pula kriteria program tentang Madrasah Aliyah unggulan. Artinya sejak awal didirikannya madrasah diprogram oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama menjadi madrasah unggulan tingkat nasional. Program tersebut berhasil dioperasionalkan hingga saat ini. Di Indonesia terdapat dua madrasah jenis ini, yaitu MAN Insan cendikia Serpong Tangerang dan MAN Gorontalo. MAN Insan cendikia dipilih menjadi sampel selain karena pertimbangan di atas, juga lokasinya yang dekat dengan Propinsi Jawa Barat, tempat peneliti tinggal. Dari sejumlah Madrasah Aliyah Unggulan tersebut di atas, dipilih tiga buah Madrasah Aliyah sebagai kasus penelitian, dua madrasah di Jawa Barat dengan kriteria hasil akreditasi yang mencapai peringkat unggul (A) dan satu madrasah di Banten dengan kriteria unggulan yang diprogram sejak awal pendirian sampai pelaksanaan telah menjadi madrasah yang unggul. Ketiga madrasah tersebut memiliki keunggulan dalam bidang sumber daya pendidikan, manajemen, sarana prasarana dan kultur madrasah yang kondusif.
Adapun untuk tahapan penelitian, Supiana memulainya melalui beberapa fase, diantaranya: Pertama, tahapan membangun kerangka konseptual, tahapan ini merupakan peta mental yang dijadikan pedoman untuk memasuki lapangan penelitian. Peta mental ini dibangun berdasarkan elemen-elemen yang ada di dalam suatu situasi sosial yaitu adanya pelaku, adanya tempat melakukan kegiatan sosial, dan adanya kegiatan sosial serta cara yang dilakukan oleh para pelaku dalam melakukan kegiatan sosial. Kedua, Tahapan Memilih situasi sosial, situasi sosial yang dipilih adalah Madrasah Aliyah Insan Cendikia Serpong, Madrasah Aliyah Negeri 1Bandung, dan Madrasah Aliyah Keagamaan Ciamis adalah situasi sosial yang dijadikan latar penelitian ini. Alasan-alasan yang mendasari pemilihan tersebut menurut Supiana adalah karena madrasah ini memenuhi syarat-syarat pokok sebagai latar penelitian yaitu (1) adanya tempat untuk melaksanakan proses kegiatan, (2) adanya para pelaku proses kegiatan. (3) adanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang.
Syarat-syarat lain yang mendukung pemilihan madrasah tersebut sebagai latar penelitian adalah (1) kesederhanaan. (2) dapat dimasuki. (3) mempunyai izin penelitian, (4) tidak mengganggu kegiatan yang ada. Selanjutnya pemilihan tersebut berdasarkan minat dan keinginan peneliti (baca; Supiana). Ketiga, Tahapan Memasuki latar penelitian, tahapan ini ditempuh oleh Supiana melalui cara meminta izin resmi kepada Kepala Madrasah Aliyah yang menjadi objek penelitian. Ruang lingkup penelitian Supiana difokuskan pada tujuan pendidikan madrasah, siswa, pendidik, isi/materi, alat pendidikan dan situasi lingkungan, yang masingmasing memiliki tujuan yang spesifik.
Secara ringkas, hasil penelitian Supiana dapat dikategorisasikan ke dalam bagan berikut:

KOMPONEN DAN
INDIKATOR
MAN INSAN
CENDIKIA

MAN I
BANDUNG
MAN DARUSSALAM
Cara Pencapaian
     Tujuan
Falsafah dan tata
Nilai
Pengembangan dimensi ketuhanan (iman, islam, ihsan, ikhlas, tawakkal, syukur dan sabar dan dimensi kemanusiaan (iman, islam, ihsan, ikhlas, tawakkal, syukur dan sabar)
proaktif, kreatif, dan inovatif
Tidak ada
Falsafah dan tata
nilai
Muslim moderat, mukmin demokrat dan muhsin diplomat
Tingkat Ketercapaian Tujuan
·   Berdasar visi dan misi Jenis tujuan pendidikan yang ingin dicapai:
·   Misi Kesatu meningkatkan Kualitas pendidikan melalui proses belajar Mengajar , peningkatan kualitas layanan bimbingan dan karier siswa peningkatan kualitas layanan perpustakaan dan sumber belajar peningkatan kualitas pendidikan melalui pembinaan siswa (organisasi dan ekstrakurikuler)
·   Peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan serta life skill siswa
·   Peningkatan kualitas layanan administrasi dan manajemen lembaga.
·   Peningkatan kualitas layanan keperluan hidup civitas akademika.
·   Misi kedua: Peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik dan kependidikan, kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan.
·   Misi ketiga; Peningkatan peran MAN Insan Cendekia dalam membantu peningkatan kualitas madrasah khususnya dan pendidikan keseluruhan pada umumnya.
·   Cara pencapaian tujuan; dari tujuan dijabarkan ke dalam Sarasan, Kebijakan dan Program MAN Insan Cendikia
·   Berdasarkan visi dan misi Jenis tujuan pendidikan yang ingin dicapai;
·   Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan Pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan iptek dan kesenian yang dijiwai ajaran Islam.
·   Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai semangat ajaran Islam. Cara pencapaian tujuan Tidak dijabarkan dalam Sasaran, Kebijakan dan Program
·   Berdasarkan visi dan misi Jenis Tujuan pendidikan yang ingin dicapai;
·   Menciptakan peserta didik yang menjunjung tinggi dan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
·   Menciptakan peserta didik yang menjunjung tinggi dan memiliki kemandirian dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku.
·   Mewujudkan suasana kondusif bagi proses pembelajaran.
·   Mewujudkan peserta didik yang cerdas, terampil, trengginas, kreatif, inovatif dan produktif.
·   Menyediakan suasana dan media pembelajaran yang efektif dan inovatif.
·   Mengembangkan kemampuan tenaga pendidik agar terwujud suasana pembelajaran yang kondusif, efektif, dan inovatif.
·   Mendorong tumbuhnya motivasi berprestasi yang tinggi dikalangan peserta didik.
·   Mengimplementasikan kurikulum berbasis kompetensi dan budaya kompetitif.
·   Mewujudkan sistem pembelajaran yang kondusif.
·   Mewujudkan pola pengelolaan manajemen madrasah yang terbuka dan transparan.
·   Mewujudkan suasana kebersamaan diantara warga belajar.
·   Mengembangkan suasana keteladanan dilingkungan madrasah.
·   Mengembangkan budaya demokrasi dan sikap demokrat di kalangan siswa.
·   Menanamkan sikap toleransi dan budaya tasamuh kepada peserta didik.
·   Menanamkan sikap juang dalam membela kebenaran dan kebaikan
·   Cara pencapaian tujuan Tujuan tidak dijabarkan ke dalam Sasaran, Kebijakan dan Program
3. Orientasi Tujuan
·   Nasional dan Internasional
·   Regional dan Nasional
·  Regional dan Nasional
SISWA
1.Rekrutmen siswa baru
·   Tes seleksi secara ketat
·   Standar IQ 125
·   Lulusan MTs.
·   Diutamakan;
·   Jumlah terbatas
Motivasi belajar Siswa
·   Terdorong pelajaran yang memadukan iptek dan imtaq
·   Sistem Boarding school
·   Sistem belajar siswa terarah dan disiplin
·  Penerimaan siswa baru sesuai ketentuan pemerintah.
·  Penerimaan berdasarkan daya tampung ruang Penerimaan berdasarkan peringkat nilai calon siswa
Motivasi belajar Siswa
·  Siswa masuk MAN didorong lulusan MTs.
·  Biaya relatif murah
·  Sistem belajar kurang displin
·  Waktu penerimaan sesuai peraturan pemerintah tahun ajaran baru
·  Tes masuk berdasarkan peringkat NEM
·  Tes Baca Al Quran khusus siswa jurusan Keagamaan
·  Pembatasan siswa berdasarkan daya tampung ruangan/jumlah kursi.
·  Siswa laki-laki dan perempuan dipisah
·  Siswa sekaligus sebagai santri
·  Semua siswa wajib tinggal di asrama kecuali yang rumahnya di sekitar madrasah dengan radius 2 km.
Motivasi belajar siswa
·  Siswa masuk MAN Darusalam karena orang tua/saudara yang sealumni
·  Siswa terdorong menguasai Al Quran terutama penguasaan qiroah
·  Biaya relatif murah
2. Status sosial ekonomi
Siswa
·   Sebagian besar berasal dari keluarga kelas menengah keatas
·   Pada umumnya berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah
·  Sebagian besar berasal dari kelas menengah kebawah
·  Sebagian besar berasal dari keluarga yang paham Agama Islam
3. Jumlah siswa tiap rombel
·   Terbatas 24 orang siswa
·  Klasikal 40-45 orang siswa
·  Tiap rombel 40 orang siswa
4. Pembinaan
kesiswaan baik
kegiatan
ekstrakurikule
r maupun
keasramaan
·   Pembinaan ekstrakuriler
·   Pembinaan keasramaan
·  Pembinaan ekstrakurikuler
·  Pembinaan kegiatan Ekstrakurikuler
·  Pembinaan keasramaan dipegang oleh ibu asrama sekaligus sebagai BP
5. Sebaran
alumni
·   Sebaran alumni Tersebar di PTN terkemuka baik dalam maupun luar negeri
·   Hanya siswa yang mampu dan cerdas yang melanjutkan ke perguruan tinggi negeri (hanya dalam negeri)
·   Sebagian besar tidak melanjutkan dan langsung kerja
·   Sebagian besar melanjutkan di UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UPI dan berbagai perguruan swasta: STAI Swasta di Jawa Barat
·   Sebagian lain tidak melanjutkan
·   Sebagian yang lain sebagai pengajar di pesantren-pesantren yang ada di Jawa Barat.
PENDIDIK
1. Rekrutmen
guru dan
pegawai
·   Seleksi secara ketat berdasar kualifikasi pendidikan
·   Berdasarkan kebutuhan
·   Droping dari pemerintah pusat/ daerah (Depag) kecuali tenaga honorer
·   Sesuai peraturan permerintah (Depag)
·   Guru Bhs Inggris, dan Bhs Arab sukarelawan dari luar negeri
2. Pembinaan
profesional
guru
·   Sekolah ke jenjang pendidikan lebih tinggi (S2,S3) Inservice dan pre service training
·  Sekolah ke jenjang pendidikan lebih tinggi (S2,S3) biaya sendiri
·  Inservice dan pre service training
·   Sebagaian guru berpendidikan S2 dengan biaya sendiri
·   Pembinaan secara inservice dan pre service traing belum berjalan secara intensif
·   Pada umumnya melalui MGBS dan KKM
3. Pengembangan karier
·   Guru berpotensi terbuka untuk dipilih menjadi kepala madarasah dan wakamad meskipun secara selektif.
·   Guru berpotensi terbuka dipilih menjadi pengelola dan sangat ketat seringkali diwarnai KKN
·   Pengembangan karier
·   Kurang terbuka untuk karier karena pengaruh sesepuh pesantren
4. Kesejahteraan guru dan pegawai
·   Gaji standar PNS dan tunjangan lain dari madrasah.
·   Pendapatan guru dan pegawai standar PNS kecuali tenaga honor tergantung kemampuan lembaga
·   Pendapatan guru dan pegawai hanya berupa gaji karena sebagian besar PNS Tenaga honor digaji madrasah tetapi tergantung kemampuan keuangan madrasah
ISI/MATERI
1. Kurikulum
dan struktur
kurikulum
·   Kurikulum Umum, IPA dan IPS
·  Struktur kurikulum dibagi 4 program: IPA, IPS, AGAMA, dan Bahasa
·   Struktur kurikulum dibagi 4 program: IPA, IPS, AGAMA, dan Bahasa
2. Pengembanga
n kurikulum
·   Kurikulum inti dan muatan lokal Pengembangan silabus
·   Responsi
·   Inti, Mulok, Kecakapan hidup

3. Proses
pembelajaran
·  Bahasa pengantar bilingual
·  Cara belajar sistem Xday
·  Sistem Bording school
·  Pendekatan proses
·  Media belajar modern
·   Bahasa Pengantar Arab, Inggris, Indonesia
·   Metode Pendekatan Proses
·   Bahasa Pengantar Arab, Inggris, Indonesia
·   Metode Pendekatan Proses didukung kegiatan pesantren
4. Evaluasi
pembelajaran
·  Portofolio
·  Tes mid semeter dan UAS
·   Portofolio
·   Tes mid semeter dan UAS
·   Portofolio
·   Tes mid semeter dan UAS
5. Kegiatan
ekstrakurikule
r
·   Pengembangan diri
·   Pengembangan diri
·   Pengembangan diri Kepesantrenan
ALAT PENDIDIKAN
1. Ketercukupan
sarana dan
prasarana
tersedia
·  Cukup dan memadai
·   Cukup dan memadai
·  Cukup dan memadai
2. Pengelolaan
sarana dan
prasarana
pendidikan
·  Dikelola oleh Wakamad bidang sarana prasarana
·   Dikelola oleh Wakamad bidang sarana prasarana
·   Dikelola oleh Wakamad bidang sarana prasarana
3. Metode
Pembelajaran
·  Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan proses, CBSA
·   Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan proses, CBSA
·   Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan proses, CBSA
SITUASI LINGKUNGAN
1. Interaksi
pelaku
·   Secara internal yaitu kepala madrasah dengan guru dan pegawai, komite madrasah
·   Ekternal vertikal yaitu kepala madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan K3Madrasah aliyah, MGBS dan lembagalembaga yang relevan.
·   Secara internal yaitu kepala madrasah dengan guru dan pegawai, komite madrasah.
·   Ekternal vertikal yaitu kepala madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan K3 Madrasah aliyah,MGBS dan lembaga-lembaga yang relevan.
·   Secara internal yaitu kepala madrasah dengan guru dan pegawai, komite madrasah.
·   Ekternal vertikal yaitu kepala madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan K3Madrasah aliyah, MGBS dan lembaga-lembaga yang relevan
2. Iklim organisasi
·  Suasana kerterbukaan dan kebersamaan, asih, asah dan asuh Simbol islami setiap nama gedung, dan fasilitas pendidikan lain dimunculkan
·   Suasana kerterbukaan dan kebersamaan, asih, asah dan asuh
·  Suasana kerterbukaan dan kebersamaan,asih, asah dan asuh
3. Hubungan
antara
madrasah
dengan
masyarakat/sta
keholder
·  Terbuka muncul dalam bentuk komite madrasah dan para tokoh peduli pendidikan
·  Komite madarasah aktif dan memiliki program yang mendorong kegiatan akademik.
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
·  Sistem partner atau kemitraan
Struktur Organisasi
·  Struktur jelas dan job description rinci
·   Terbuka muncul dalam bentuk komite madrasah dan para tokoh peduli pendidikan
·   Komite madrasah belum aktif.
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
·   Terbuka dan kemitraan Struktur organisasi Jelas dan job description rinci
·   Terbuka muncul dalam bentuk komite madrasah dan para tokoh peduli pendidikan
·   Komite madrasah belum aktif
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
·   Bersifat kemitraan Struktur organisasi
·   Jelas dan mengikuti aturan baku dari pemerintah (Depag)


F.  Kontribusi dalam Ilmu-ilmu keIslaman

Dari hasil penelitian yang dipaparkan secara cukup jelas dan gamblang, setidaknya ada beberapa kontribusi penting yang dapat menjadi sumbangan Supiana bagi para pengkaji studi pendidikan Islam. Diantaranya adalah: Pertama, Sumbangan pemikiran kepada pemerintah (Kementrian Agama) dalam merintis dan membangun Madrasah Aliyah unggulan. Supiana  membantu memberikan pemahaman secara lebih komprehensif tentang aspek manajemen pengelolaan pendidikan madrasah unggulan.  Konsep yang dia paparkan sangat membantu para pengkaji pendidikan secara khusus kepada para pengelola lembaga pendidikan Madrasah agar dapat lebih unggul dalam mengembangkan, meningkatkan dan mempertahankan mutu madrasah. Sumbangan pemikirannya juga membantu dalam melengkapi Informasi yang diberikan tentang konsep Madrasah unggulan dalam perspektif para ahli pendidikan Islam, yang selama ini masih cenderung parsial, menyebar dan belum tersistematisasikan, dan terlembagakan, sehingga pada akhirnya dapat menjadi bahan pertimbangan alternatif bagi pengelola pendidikan Islam dalam menyelenggarakan pendidikan Madrasah yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman.

G. Logika dan Sistematika Penulisan

Penulisan Supiana diawali dengan menguraikan problem-problem akademik yang dihadapinya. Lalu dilanjutkan dengan uraian singkat mengenai alasan dia memilih studi mengenai madrasah unggulan dalam penelitiannya. Kemudian dia memaparkan penjelasan mengenai kerangka teori dan kerangka berpikir yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu teori mengenai sistem pendidikan, teori mengenai madrasah, teori mengenai madrasah unggulan, dan diakhiri dengan temuan-temuan penelitiannya disertai dengan saran-saran untuk penelitian lebih lanjut.
Secara lebih sistematis disertasi Supiana ini disusun dalam enam bab: Pertama, berisi pendahuluan meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. Kedua, mengemukakan kerangka teori dan kerangka berpikir. Ketiga, mengemukakan metodologi penelitian, meliputi tempat penelitian dan alasan pemilihan, waktu penelitian, metode penelitian, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, Analisis data penelitian, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. Keempat, mengemukakan data-data hasil penelitian meliputi kondisi objektif lokasi penelitian sistem pendidikan di MAN I Bandung, MAN Darussalam, dan MAN Insan Cendekia Serpong Banten. Kelima, menguraikan mengenai analisis hasil penelitian yaitu rekapitulasi hasil temuan penelitian dan pembahasan hasil temuan penelitian. Terakhir, berisi penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

H. Penutup
Sebagai seorang yang menaruh minat besar pada studi-studi pendidikan Islam, Supiana telah menunjukkan keseriusannya dengan memberikan sumbangan pemikiran yang cukup berarti dalam kajian pendidikan Islam secara lebih khusus studi-studi tentang pengelolaan lembaga-lembaga madrasah unggulan. Apa yang telah diberikannya tersebut, pada awalnya beranjak dari kegelisahannya saat melihat minimnya studi tentang pengelolaan madrasah yang dilakukan oleh para penggiat maupun peneliti bidang pendidikan Islam., padahal hal ini menurutnya sangatlah penting untuk dilakukan. Dalam pandangan Supiana sendiri, pendidikan Islam sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan mendefinisikan diri mengenai konsep luhur mengenai norma-normanya semata, tetapi juga dengan bentuk tindakan yang diwujudkan dengan mengupayakan bagaimana mengkonsep secara baik pengelolaan pendidikan yang memiliki kualitas unggulan. Disinilah sesungguhnya letak titik puncak kegelisahan akademik dari seorang Supiana yang menghendaki akan perlu adanya kajian-kajian intensif tentang pengelolaan madrasah unggulan. Wallahu A’lam bi Ash Shawwab.[]