SISTEM PENDIDIKAN
MADRASAH UNGGULAN
DI MADRASAH ALIYAH
NEGERI INSAN CENDEKIA
TANGERANG, MADRASAH
ALIYAH NEGERI I BANDUNG
DAN
MADRASAH ALIYAH NEGERI DARUSSALAM CIAMIS
(Pembacaan
terhadap tulisan Disertasi Supiana)
Cahaya
Khaeroni
A. Pendahuluan
Ada dua
sistem yang dikenal di dalam dunia pendidikan diantaranya yaitu; sistem
pendidikan umum dan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan umum mengambil
bentuk sekolah yang lulusannya unggul dalam bidang pengetahuan dan teknologi,
sedangkan sistem pendidikan Islam mengambil bentuk madrasah yang lulusannya
unggul dalam bidang iman dan takwa. Meskipun pada awalnya, madrasah didirikan
supaya lebih menekankan kepada aspek moral dan spiritual, tidak mementingkan
ijazah dan orientasi pendidikan yang dikembangkan lebih ditujukan untuk menuntut
ilmu sebagai bentuk ibadah kepada Allah agar mendapat ridla-Nya. Namun, seiring
dengan perubahan zaman, terutama pasca kemerdekaan, pemikiran untuk
mengembangkan madrasah terus-menerus dilakukan oleh pemerintah (Departemen
Agama) dan masyarakat. Terlebih kebutuhan masyarakat Indonesia khususnya
masyarakat muslim, terhadap madrasah yang dapat menghasilkan anak didik yang
berilmu pengetahuan tinggi dan beragama kuat, semakin meningkat.
Persoalan
yang kemudian muncul adalah mengenai masalah kualitas. Meskipun berbagai
langkah telah dilakukan pemerintah seperti melalui program madrasah wajib
belajar (MWB) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang memberikan kesetaraan
antara lulusan madrasah dan sekolah. Kondisi madrasah secara umum terutama jika
diukur dari kualitas lulusannya ternyata kalah unggul dibandingkan lulusan dari
sistem pendidikan umum. Sehingga atas dasar itulah kebutuhan untuk mencari
model madrasah unggulan telah menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Hal
inilah yang nampaknya menarik perhatian Supiana untuk mengkaji lebih lanjut
tentang keberadaan dan model-model madrasah unggulan yang dalam hal ini
meliputi: Madrasah Aliyah Negeri Insan
Cendekia Tangerang, Madrasah Aliyah Negeri I Bandung Dan Madrasah Aliyah Negeri
Darussalam Ciamis. Baginya hal ini sangatlah penting untuk melengkapi
kajian-kajian pokok dalam pendidikan Islam, Supiana sendiripun agaknya cukup
kecewa karena para pengkaji pendidikan ternyata cenderung mengabaikan
aspek-aspek tersebut. Laporan-laporannya tentang hal ini menawarkan sejumlah
kemungkinan bagi riset masa depan dan cara-cara mengembangkan model pendidikan
Islam/madrasah secara lebih baik dan unggul dalam masyarakat Islam.
Dalam
tulisan ringkas ini penulis hendak mencoba untuk mengkaji lebih mendalam
mengenai pemikiran Supiana, khususnya terkait dengan kajian model-model
pendidikan madrasah unggulan. Dengan harapan, semoga tulisan ringkas ini dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan khazanah keilmuan dan
keIslaman di bumi Indonesia tercinta, amin.
B. Problem (kegelisahan akademik)
Supiana menilai bahwa dalam lingkup dunia pendidikan Islam khususnya
madrasah, para sarjana cenderung mengabaikan tentang bagaimana menemukan format
sistem pendidikan madrasah unggulan yang tidak hanya unggul dari segi ilmu
agama (IMTAQ) tetapi juga unggul dalam bidang ilmu dan teknologi (IPTEK). Hal
ini dibuktikan oleh Supiana melalui data yang dia peroleh dari Departeman
Agama RI Tahun 2005 yang mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 3226 Madrasah Aliyah, 457 di antaranya berstatus negeri,
68 filial dan 2701 swasta. Namun, dari jumlah tersebut hanya sebahagian kecil saja yang tergolong
unggul atau berkualitas.
Adapun selain itu, Supiana juga menilai bahwa meskipun pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berusaha mengangkat posisi madrasah,
seperti kebijakan program madrasah wajib belajar (MWB) pada tahun 1958; Kebijakan dikeluarkannya
Surat Keputusan Bersama (SKB) yaitu kebijakan yang
memberikan kesetaraan antara lulusan madrasah dan sekolah pada tahun 1975; kebijakan
diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan 29 Tahun 1990, serta
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 dan 374; serta kebijakan dengan
dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang memberikan kesempatan kepada para siswa
dan alumninya memiliki peluang yang sama untuk bersaing masuk ke dunia
kerja dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Hanya saja, hal ini tidaklah
secara serta merta membuat madrasah menjadi lebih baik, bahkan jika
dicermati secara lebih seksama fenomena di lapangan, terutama
jika dilihat dan diukur dari segi kualitas lulusannya, sistem pendidikan umum masih
sangat jauh lebih unggul dibandingkan sistem pendidikan
madrasah.
Untuk itulah Supiana menghendaki sebuah penelitian terhadap tipe dan
karakter dari model-model madrasah unggulan yang jumlahnya masih sangat minim
sekali di Indonesia. Supiana meyakini bahwa dengan munculnya gagasan
mengenai model-model madrasah unggulan, maka mutu pendidikan
madrasah akan berani bersaing secara kompetetif dengan mutu lulusan
sekolah menengah umum. Sehingga atas dasar itulah dia mengusulkan bahwa
kajian-kajian mengenai pencarian model-model madrasah unggulan harus
terus-menerus dilakukan oleh para sarjana pendidikan Islam.
C. Pentingnya
topik penelitian
Penelitian
Supiana penting untuk memberikan penjelasan secara lebih terperinci mengenai
bagaimana sistem dan model pendidikan madrasah unggulan yang ideal. Meskipun penelitian
ini tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu
yang baru, penelitian yang dilakukan Supiana cukup banyak memperkaya kajian-kajian
pendidikan Islam, khususnya yang berhubungan dengan perbaikan sistem dan model
pendidikan madrasah unggulan. Upaya yang dilakukan Supiana dengan membandingkan
tiga model madrasah unggulan secara sekaligus (Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Tangerang, Madrasah Aliyah Negeri I
Bandung Dan Madrasah Aliyah Negeri
Darussalam Ciamis) tentu saja cukup memberikan warna tersendiri. Seperti apa
yang dikatakan oleh Supiana sendiri bahwa pemilihan sumber primer penelitian
lebih didasarkan pada keunggulan-keunggulan
yang dimiliki dari tiga Madrasah Aliyah tersebut, diantaranya seperti pada
kematangan dalam
mempersiapkan visi, misi dan tujuan pendidikan, sistem penerimaan dan pembinaan siswa, mekanisme
penerima tenaga kependidikan khususnya guru, desain isi/kurikulumnya, kelengkapan
dan memadainya sarana dan prasarana pendidikan dan jaringan kerja sama dengan stakeholder serta
penciptaan situasi lingkungan
madrasah yang sangat kondusif.
D. Hasil
penelitian terdahulu
Supiana
telah menelaah karya-karya para peneliti sebelumnya, diantaranya seperti karya:
1.
Karya Karel
Steenbrink dalam Sekolah, Madrasah dan Pesantren: Pendidikan Islam pada
kurun Modern mengkaji sejarah
perkembangan Pendidikan Islam dari pesantren hingga madrasah dan sekolah, sebuah tinjauan historis dari
zaman kolonial Belanda sampai zaman kemerdekaan Indonesia. Situasi Pendidikan Islam pada akhir abad ke-
19 dan awal abad 20 mengambil jalan tersendiri, yakni tetap berpegang pada
tradisinya sendiri. Pada perkembangan selanjutnya sekolah Islam dan madrasah
mengembangkan satu model pendidikan tersendiri yang berbeda dan terpisah dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sistem pendidikan umum di
Indonesia bukanlah timbul
akibat penyesuaiannya dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Bahkan ia
memprediksi bahwa sistem pendidikan Islam lama kelamaan akan menyesuaikan diri
dan masuk ke dalam sistem pendidikan umum Indonesia.
2.
Karya M.Maksum dalam Madrasah:
Sejarah dan Perkembangannya, mengkaji bahwa aspek yang paling menonjol dan yang
paling mempengaruhi perkembangan madrasah sejak masa klasik adalah politik dan
pemikiran keagamaan. Sedangkan, khusus yang melatarbelakangi pertumbuhan
madrasah di Indonesia secara konkrit adalah adanya desakan politik pendidikan
kolonial Belanda dan munculnya pembaharuan pemikiran keagamaan. Eksistensi
madrasah bukan hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal tetapi juga ikut mempengaruhi
faktor eksternal. Ia menyarankan agar madrasah memposisikan diri dan sekaligus
mengembangkan paradigma baru yang lebih transformatif, sejalan dengan
perkembangan politik dan pemikiran keagamaan.
3.
Dalam karya Mastuhu yang lain,
Dinamika Madrasah pada Masa Orde Baru Maksum menyimpulkan, bawa
kebijakan Pemerintah Orde Baru terhadap pendidikan agama termasuk madrasah
bersifat positif dan konstruktif khususnya pada dekade 1980-an dan 1990-an.
Dengan pendekatan politik Orde Baru yang akomodatif. Pada dekade sebelumnya,
tahun 1970-an terjadi ketegangan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum
akibat dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) No. 34 Tahun 1972 dan
Instruksi Presiden (Inpres) No. 15 Tahun 1975, yang kemudian melahirkan SKB
Tiga Menteri Tahun 1975. Dengan lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
madrasah menjadi terintegrasi ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Integrasi dalam arti pengakuan bahwa
madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional bukan merupakan
integrasi dalam arti penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Mastuhu dalam
salah satu karyanya Memberdayakan Sistem Pendidikan Pesantren, mengkaji
bagaimana agar anak-anak madrasah memperoleh kesempatanyang sama untuk memasuki
lapangan pekerjaan dan studi lanjut di perguruan tinggi negeri. SKB Tiga
Menteri yang bertujuan meningkatkan mutu madrasah, dalam kenyataannya tetap
menunjukan adanya distingsi yang berbeda secara tajam. Anak-anak dari jalur
pendidikan madrasah tidak mampu bersaing secara penuh dengan anak-anak dari
sekolah umum dalam memasuki lapangan kerja dan studi lanjut di perguruan tinggi
negeri umum. Terdapat perbedaan mendasar antara sistem pendidikan madrasah
dengan sistem pendidikan umum, yakni masih terdapat dikotomi antara ilmu agama
dengan ilmu umum. Ketidakmampuan SKB dalam menghilangkan dikotomi karena SKB
tidak diikuti dengan konsep akademik yang jelas dalam mengintegrasikannya. Untuk
mencapai tujuan ideal pendidikan madrasah dan menghilangkan dikotomi ilmu
Mastuhu mengusulkan, pertama integrasi ilmu disertai dengan konsep ilmiah
untuk mengintegrasikannya; kedua setiap mata pelajaran harus dilihat
dari dua sisi, yaitu sebagai alat dan sebagai tujuan; ketiga perlu
dibudayakan penggunaan istilah-istilah baru sebagai pengganti istilah-istilah
lama yang menunjukan adanya dikotomi; keempat madrasah dengan semua
tingkatannya harus berada dalam dinamika sistem yang melengkapi satu dengan
yang lainnya.
4.
Karya lainnya dari Mastuhu adalah Menata Ulang
Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 (The New
Mind Set of National Education in the 21st Century), mengkaji Gambaran umum Sistem
Pendidikan Nasional dan tantangan Sistem Pendidikan Nasional, penataan ulang
pemikiran sistem Pendidikan Nasional dalam abad mendatang dan prospek politik
pendidikan Indonesia, terakhir tawaran ide-ide cemerlang untuk menata ulang pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional yang lama.
5.
Azyumardi Azra dalam
Pendidikan: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Mengkaji dua
kategori sekolah Islam di Indonesia. Pertama sekolah Islam yang meniru
model sekolah negeri yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional dengan
memberi penekanan khusus pada pelajaran agama; kedua sekolah dalam
bentuk madrasah yang pada perkembangan terakhir memiliki sebahagian ciri sistem
pendidikan modern dan mata pelajaran modern (umum) di samping berpegang pada
tradisi dengan menyajikan pelajaran agama dalam jumlah yang banyak. Dengan
diberlakukannya UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, madrasah harus
menerapkan kurikulum nasional 1994 yang ditetapkan oleh Diknas, maka madrasah
pada dasarnya sepadan dengan sekolah. Perbedaannya dengan sekolah umum, di
samping madrasah menggunakan kurikulum sekolah umum 100% juga memberikan
mata-mata pelajaran agama Islam dengan jumlah relatif banyak. Inilah yang
membuat madrasah "lebih Islami" dari pada sekolah lainnya. Respon
umat Islam terhadap sekolah Islam dan madrasah di satu pihak, dan perkembangan
masyarakat dan teknologi di pihak lain memunculkan sekolah elit muslim atau
sekolah Islam unggulan yang menjadi alternatif pendidikan Islam. Sayangnya
jenis sekolah ini hanya untuk masyarakat yang bersedia membayar mahal. Orang tua muslim pada
umumnya mempercayai bahwa lingkungan madrasah dan sekolah elit muslim lebih
aman dibandingkan dengan lingkungan sekolah umum.
E. Metodologi penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan oleh Supiana adalah metode deskriptif
kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitiannya adalah pendekatan
sistem (system approach). Faktor-faktor yang dikaji dari pendekatan tersebut meliputi
komponen-komponen sistem pendidikan, yakni: raw input, instrument input, environment
input, proses belajar dan out put.
Analisis data dalam penelitian Supiana dilakukan dengan tahapan unitisasi data, kategorisasi data dan
penafsiran data,
analisis data dilengkapi dengan analisis
komparasi,
tujuan analisis komparasi adalah untuk melihat ada atau tidak adanya konsistensi kemunculan data
dan bukti-bukti pendukung data penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber pada waktu triangulasi
dilaksanakan. Data dan bukti-bukti pendukung data yang muncul secara konsisten
dijadikan dasar untuk merumuskan berbagai proposisi yang berkaitan dengan
aspek-aspek yang mendukung pendidikan madrasah unggulan.
Penelitian kualitatif yang digunakan di dalam penelitian supiana ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) menggunakan pengukuran kualitatif
terhadap data atau informasi yang dikumpulkan, (2) data kualitatif berbentuk
deskripsi rinci tentang situasi, orang, kejadian, interaksi dan tingkah laku
yang dapat diamati, khususnya yang berkaitan dengan situasi yang mendukung
sistem pendidikan madrasah unggulan dan pengembangannya (3) deskripsi rinci
tersebut menyangkut tujuan pendidikan madrasah unggul, siswa, pendidik,
isi/materi, alat pendidikan, dan situasi lingkungan pendidikan madrasah. (4)
data kualitatif diperoleh secara empirik diuraikan dalam bentuk uraian terbuka
yang bebas dari segala usaha untuk menyesuaikannya dengan program kegiatan dan
pengalaman manusia ke dalam bentuk standar kategori yang ditentukan terlebih
dahulu seperti pilihan jawaban yang terdapat dalam angket. (5) menggunakan
pendekatan holistik atau menyeluruh, induktif, dan bergerak dari suatu fakta ke
fakta yang lain sampai ditemukan gambaran umum situasi pendidikan madrasah
unggulan, (6) pengumpulan data menggunakan kerangka konseptual dengan tujuan
untuk membatasi fokus perhatian dalam melakukan penelitian, (7) analisis data
kualitatif dilakukan secara induktif melalui analisis komparasi dalam bentuk
narasi yang didukung oleh jaringan kausal dalam rangka menemukan
proposisi-proposisi yang menjadi dasar perumusan teori dasar atau grounded
theory, (8) analisis dan verifikasi data penelitian dilakukan sejak awal
sampai akhir penelitian dalam proses yang bersifat siklikal melalui pemeriksaan
terhadap: (a) pengamatan terhadap situasi pendidikan madrasah unggulan, (b)
dokumen. (3) wawancara, (4) reduksi data yang dilakukan melalui proses memilih,
memfokus, menyederhanakan, mempertajam, mengorganisasi dan melakukan abstraksi
data yang telah terkumpul sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat
diuji kebenarannya.
Selain itu, sesuai dengan kaidah penelitian kualitatif maka selain peneliti
(baca:Supiana) adalah sebagai perencana penelitian, Supiana juga berperan
sebagai pengumpul data, penganalisis dan penafsir data penelitian. Analisis
data penelitian Supiana
dilakukan setelah data
terkumpul, terkadang sambil mengumpulkan data Supiana
menerimanya dengan kritis
dan langsung dianalisis. Alasan yang mendasari kegiatan tersebut adalah:
(1) memberikan kesempatan kepada peneliti (baca: Supiana)untuk melakukan chek
dan recheck terhadap kebenaran data dan analisis data, (2)
memperkuat derajat keabsahan data dan derajat kepercayaan hasil analisis data,
(3) analisis data penelitian yang dilakukan setelah pengumpulan data penelitian
selesai menghadapkan peneliti pada setumpuk data yang harus dianalisis sehingga
dapat menjadi sumber terjadinya berbagai kesalahan, (4) pengecekan kebenaran
data penelitian setelah pengumpulan data selesai mengurangi tingkat keabsahan
data penelitian karena situasi yang diperhatikan pada waktu pengumpulan data
penelitian berlangsung mungkin sudah tidak ada lagi, (5) pemisahan antara
pengumpulan data dan analisis data penelitian menyebabkan derajat kepercayaan
hasil analisis data berkurang. Selain alasan tersebut di atas pelaksanaan
analisis data penelitian yang bersamaan dengan pengumpulan data penelitian
memberikan kesempatan kepada para peneliti untuk pulang balik antara memikirkan
data yang ada dan menyusun strategi pengumpulan data yang sering kali
kualitasnya lebih baik karena dapat merupakan koreksi terhadap
kesalahan-kesalahan yang mungkin ada. Alasan-alasan tersebut di atas bertambah
penting karena sebagian data penelitian yang terkumpul adalah
percakapan-percakapan yang terjadi di dalam proses wawancara. Untuk menghindari
kesalahan dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan pedoman pengumpulan data penelitian yaitu:
Bagaimanakah penerapan komponen-komponen sistem pendidikan di MAN Insan
Cendikia, MAN 1 Bandung, dan MAN Darussalam Ciamis? Apakah yang menjadi indikator utama dari sistem
pendidikan Madrasah Aliyah Unggulan? Bagaimanakah sistem pendidikan Madrasah Aliyah Unggulan?
Data penelitian yang dikumpulkan dalam penelitian Supiana ini adalah
berupa data primer dan
data sekunder. Data primer yakni data utama yaitu data mengenai tujuan pendidikan
madrasah unggul, siswa, pendidik, isi/materi, alat pendidikan, dan situasi
lingkungan pendidikan madrasah. Data primer tersebut bersumber dari pengelola
madrasah, mulai dari Kepala dan wakil kepala madrasah, Guru, Wali kelas,
pengurus komite madrasah dan siswa Sedangkan sumber data sekunder dari beberapa
dokumen yang ada di lembaga madrasah tersebut digunakan untuk melengkapi dan
mendukung data primer sehingga kedua jenis data tersebut saling melengkapi dan
memperkuat analisis permasalahan. Objek penelitian ini adalah seluruh Madrasah
Aliyah unggulan yang ada di Propinsi Jawa Barat dan Banten yang berjumlah 59
madrasah dari 790 madrasah, terdiri dari madrasah berstatus negeri dan swasta. Kriteria
Madrasah Aliyah unggul
yang digunakan adalah hasil akreditasi Dewan Madrasah. Dalam pedoman
akreditasi, Madrasah Aliyah dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu cukup
(C),baik (B) dan amat baik (A). Yang termasuk kategori amat baik itu dalam
pedoman akreditasi disebut unggul.1 Di samping kriteria dari hasil akreditasi digunakan
pula kriteria program tentang Madrasah Aliyah unggulan. Artinya sejak awal
didirikannya madrasah
diprogram oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama menjadi madrasah unggulan tingkat
nasional. Program tersebut berhasil dioperasionalkan hingga saat ini. Di Indonesia
terdapat dua madrasah jenis ini, yaitu MAN Insan cendikia Serpong Tangerang dan MAN Gorontalo. MAN Insan
cendikia dipilih menjadi sampel selain karena pertimbangan di atas, juga
lokasinya yang dekat dengan Propinsi Jawa Barat, tempat peneliti tinggal. Dari
sejumlah Madrasah Aliyah Unggulan tersebut di atas, dipilih tiga buah Madrasah
Aliyah sebagai kasus penelitian, dua madrasah di Jawa Barat dengan kriteria
hasil akreditasi yang mencapai peringkat unggul (A) dan satu madrasah di Banten
dengan kriteria unggulan yang diprogram sejak awal pendirian sampai pelaksanaan
telah menjadi madrasah yang unggul. Ketiga madrasah tersebut memiliki
keunggulan dalam bidang sumber daya pendidikan, manajemen, sarana prasarana dan
kultur madrasah yang kondusif.
Adapun
untuk tahapan penelitian, Supiana memulainya melalui beberapa fase,
diantaranya: Pertama, tahapan membangun kerangka konseptual, tahapan ini merupakan
peta mental yang dijadikan pedoman untuk
memasuki lapangan penelitian. Peta mental ini dibangun berdasarkan
elemen-elemen yang ada di dalam suatu situasi sosial yaitu adanya pelaku,
adanya tempat melakukan kegiatan sosial, dan adanya kegiatan sosial serta cara
yang dilakukan oleh para pelaku dalam melakukan kegiatan sosial. Kedua, Tahapan
Memilih situasi sosial, situasi sosial yang dipilih adalah Madrasah Aliyah
Insan Cendikia Serpong, Madrasah Aliyah Negeri 1Bandung, dan Madrasah Aliyah
Keagamaan Ciamis adalah situasi sosial yang dijadikan latar penelitian ini.
Alasan-alasan yang mendasari pemilihan tersebut menurut Supiana adalah karena
madrasah ini memenuhi syarat-syarat pokok sebagai latar penelitian yaitu (1)
adanya tempat untuk melaksanakan proses kegiatan, (2) adanya para pelaku proses
kegiatan. (3) adanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang.
Syarat-syarat lain yang mendukung pemilihan madrasah tersebut sebagai latar penelitian adalah (1)
kesederhanaan. (2) dapat dimasuki. (3) mempunyai izin penelitian, (4) tidak
mengganggu kegiatan yang ada. Selanjutnya pemilihan tersebut berdasarkan minat
dan keinginan peneliti
(baca; Supiana).
Ketiga, Tahapan Memasuki
latar penelitian,
tahapan
ini ditempuh oleh Supiana melalui cara meminta izin resmi kepada Kepala Madrasah Aliyah yang
menjadi objek
penelitian. Ruang
lingkup penelitian Supiana
difokuskan pada tujuan pendidikan madrasah, siswa, pendidik, isi/materi, alat pendidikan dan situasi
lingkungan, yang masingmasing
memiliki tujuan yang spesifik.
Secara
ringkas, hasil penelitian Supiana dapat dikategorisasikan ke dalam bagan
berikut:
KOMPONEN DAN
INDIKATOR
|
MAN INSAN
CENDIKIA
|
MAN I
BANDUNG
|
MAN DARUSSALAM
|
Cara
Pencapaian
Tujuan
|
Falsafah dan tata
Nilai
Pengembangan
dimensi ketuhanan
(iman, islam,
ihsan,
ikhlas,
tawakkal, syukur
dan sabar dan dimensi kemanusiaan (iman,
islam, ihsan,
ikhlas, tawakkal, syukur dan
sabar)
proaktif, kreatif,
dan inovatif
|
Tidak ada
|
Falsafah dan tata
nilai
Muslim moderat,
mukmin demokrat
dan muhsin diplomat
|
Tingkat
Ketercapaian
Tujuan
|
·
Berdasar visi dan misi Jenis tujuan pendidikan yang ingin dicapai:
·
Misi Kesatu meningkatkan Kualitas pendidikan
melalui proses belajar Mengajar , peningkatan kualitas layanan bimbingan dan karier
siswa peningkatan kualitas layanan perpustakaan dan sumber belajar peningkatan
kualitas pendidikan melalui pembinaan siswa (organisasi dan ekstrakurikuler)
·
Peningkatan kualitas keimanan
dan ketakwaan
serta life skill siswa
·
Peningkatan kualitas
layanan administrasi dan
manajemen lembaga.
· Peningkatan
kualitas layanan
keperluan hidup
civitas akademika.
·
Misi kedua: Peningkatan kualitas
sumber daya
manusia tenaga pendidik
dan kependidikan, kesejahteraan tenaga pendidik
dan kependidikan.
·
Misi ketiga; Peningkatan peran MAN Insan
Cendekia dalam membantu peningkatan kualitas madrasah khususnya dan pendidikan
keseluruhan pada umumnya.
·
Cara
pencapaian tujuan; dari tujuan dijabarkan ke dalam Sarasan, Kebijakan dan Program
MAN Insan
Cendikia
|
·
Berdasarkan visi dan misi Jenis tujuan pendidikan yang ingin dicapai;
·
Meningkatkan pengetahuan
siswa untuk melanjutkan Pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, meningkatkan
pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan iptek
dan kesenian yang dijiwai ajaran Islam.
·
Meningkatkan kemampuan siswa
sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai semangat ajaran Islam. Cara pencapaian tujuan Tidak dijabarkan
dalam Sasaran,
Kebijakan dan
Program
|
·
Berdasarkan visi dan misi Jenis Tujuan pendidikan yang ingin dicapai;
·
Menciptakan peserta didik yang
menjunjung tinggi dan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
·
Menciptakan peserta
didik yang menjunjung tinggi
dan memiliki kemandirian dalam
bersikap, bertindak,
dan berperilaku.
·
Mewujudkan suasana
kondusif bagi
proses pembelajaran.
·
Mewujudkan peserta
didik yang
cerdas, terampil, trengginas, kreatif,
inovatif dan
produktif.
·
Menyediakan suasana
dan media pembelajaran yang efektif
dan inovatif.
·
Mengembangkan kemampuan tenaga
pendidik agar terwujud suasana pembelajaran yang kondusif, efektif, dan inovatif.
·
Mendorong tumbuhnya motivasi berprestasi
yang tinggi
dikalangan peserta
didik.
·
Mengimplementasikan
kurikulum berbasis kompetensi dan budaya kompetitif.
·
Mewujudkan sistem pembelajaran
yang kondusif.
·
Mewujudkan pola
pengelolaan manajemen madrasah
yang terbuka
dan transparan.
·
Mewujudkan suasana kebersamaan
diantara warga belajar.
·
Mengembangkan suasana keteladanan
dilingkungan madrasah.
·
Mengembangkan budaya demokrasi
dan sikap
demokrat di
kalangan siswa.
·
Menanamkan sikap
toleransi dan
budaya tasamuh
kepada peserta
didik.
· Menanamkan
sikap juang dalam
membela kebenaran
dan kebaikan
·
Cara
pencapaian tujuan Tujuan
tidak dijabarkan
ke dalam Sasaran,
Kebijakan dan
Program
|
3. Orientasi Tujuan
|
· Nasional dan
Internasional
|
· Regional dan
Nasional
|
· Regional dan
Nasional
|
SISWA
|
|||
1.Rekrutmen siswa baru
|
·
Tes seleksi secara
ketat
·
Standar IQ 125
·
Lulusan MTs.
·
Diutamakan;
· Jumlah terbatas
Motivasi belajar Siswa
·
Terdorong pelajaran
yang memadukan iptek dan
imtaq
·
Sistem Boarding school
· Sistem belajar
siswa terarah
dan disiplin
|
·
Penerimaan siswa
baru sesuai ketentuan pemerintah.
· Penerimaan
berdasarkan daya
tampung ruang Penerimaan berdasarkan peringkat
nilai calon
siswa
Motivasi belajar Siswa
·
Siswa masuk MAN
didorong
lulusan MTs.
·
Biaya relatif murah
· Sistem belajar
kurang displin
|
·
Waktu penerimaan sesuai peraturan pemerintah tahun
ajaran baru
·
Tes masuk berdasarkan peringkat
NEM
·
Tes Baca Al Qur’an khusus siswa
jurusan Keagamaan
·
Pembatasan siswa berdasarkan daya
tampung ruangan/jumlah kursi.
·
Siswa laki-laki dan
perempuan dipisah
·
Siswa sekaligus sebagai
santri
· Semua siswa wajib tinggal di asrama kecuali yang
rumahnya di sekitar madrasah dengan radius 2 km.
Motivasi belajar siswa
·
Siswa masuk MAN
Darusalam karena
orang tua/saudara
yang sealumni
·
Siswa terdorong menguasai
Al Qur’an terutama
penguasaan qiro’ah
· Biaya relatif
murah
|
2. Status sosial ekonomi
Siswa
|
·
Sebagian besar berasal
dari keluarga
kelas menengah keatas
|
· Pada umumnya
berasal dari keluarga
kelas menengah ke bawah
|
·
Sebagian besar berasal
dari kelas menengah kebawah
· Sebagian besar
berasal dari keluarga
yang paham
Agama Islam
|
3. Jumlah siswa tiap rombel
|
· Terbatas 24
orang siswa
|
· Klasikal 40-45 orang siswa
|
· Tiap rombel 40 orang siswa
|
4. Pembinaan
kesiswaan baik
kegiatan
ekstrakurikule
r maupun
keasramaan
|
·
Pembinaan ekstrakuriler
· Pembinaan
keasramaan
|
· Pembinaan
ekstrakurikuler
|
·
Pembinaan kegiatan Ekstrakurikuler
· Pembinaan keasramaan dipegang oleh ibu asrama sekaligus
sebagai BP
|
5. Sebaran
alumni
|
· Sebaran alumni Tersebar
di PTN terkemuka
baik dalam
maupun luar negeri
|
·
Hanya siswa yang mampu dan
cerdas yang melanjutkan ke perguruan tinggi negeri (hanya dalam negeri)
· Sebagian besar
tidak
melanjutkan dan
langsung kerja
|
·
Sebagian besar melanjutkan
di UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UPI dan berbagai perguruan swasta: STAI Swasta
di Jawa Barat
·
Sebagian lain tidak melanjutkan
· Sebagian yang
lain sebagai pengajar
di pesantren-pesantren yang ada di
Jawa Barat.
|
PENDIDIK
|
|||
1. Rekrutmen
guru dan
pegawai
|
·
Seleksi secara ketat
berdasar kualifikasi pendidikan
· Berdasarkan
kebutuhan
|
· Droping dari pemerintah pusat/ daerah (Depag) kecuali
tenaga honorer
|
·
Sesuai peraturan permerintah (Depag)
·
Guru Bhs Inggris, dan Bhs Arab
sukarelawan dari luar negeri
|
2. Pembinaan
profesional
guru
|
· Sekolah ke
jenjang pendidikan
lebih tinggi
(S2,S3) Inservice
dan pre service
training
|
·
Sekolah ke jenjang pendidikan
lebih tinggi
(S2,S3) biaya
sendiri
· Inservice dan pre service
training
|
·
Sebagaian guru berpendidikan
S2 dengan
biaya sendiri
·
Pembinaan secara
inservice dan pre
service traing
belum berjalan
secara intensif
·
Pada umumnya melalui MGBS dan
KKM
|
3. Pengembangan karier
|
· Guru berpotensi terbuka untuk dipilih menjadi kepala
madarasah dan wakamad meskipun secara selektif.
|
· Guru berpotensi terbuka dipilih menjadi pengelola dan sangat
ketat seringkali diwarnai KKN
|
·
Pengembangan karier
· Kurang terbuka
untuk karier karena
pengaruh sesepuh pesantren
|
4. Kesejahteraan guru dan pegawai
|
· Gaji standar PNS dan tunjangan lain dari madrasah.
|
· Pendapatan guru dan pegawai standar PNS kecuali tenaga honor
tergantung kemampuan lembaga
|
· Pendapatan guru dan pegawai hanya berupa gaji karena
sebagian besar PNS Tenaga honor digaji madrasah tetapi tergantung kemampuan keuangan
madrasah
|
ISI/MATERI
|
|||
1. Kurikulum
dan struktur
kurikulum
|
· Kurikulum
Umum, IPA dan IPS
|
·
Struktur kurikulum dibagi 4
program: IPA, IPS, AGAMA,
dan Bahasa
|
· Struktur kurikulum
dibagi 4 program:
IPA, IPS, AGAMA,
dan Bahasa
|
2. Pengembanga
n kurikulum
|
· Kurikulum inti dan muatan lokal Pengembangan silabus
· Responsi
|
· Inti, Mulok,
Kecakapan hidup
|
|
3. Proses
pembelajaran
|
·
Bahasa pengantar bilingual
·
Cara belajar sistem Xday
·
Sistem Bording school
·
Pendekatan proses
·
Media belajar modern
|
·
Bahasa Pengantar Arab,
Inggris, Indonesia
·
Metode Pendekatan Proses
|
·
Bahasa Pengantar Arab,
Inggris, Indonesia
· Metode
Pendekatan Proses
didukung kegiatan pesantren
|
4. Evaluasi
pembelajaran
|
·
Portofolio
·
Tes mid semeter dan UAS
|
·
Portofolio
·
Tes mid semeter dan UAS
|
·
Portofolio
·
Tes mid semeter dan UAS
|
5. Kegiatan
ekstrakurikule
r
|
·
Pengembangan diri
|
·
Pengembangan diri
|
·
Pengembangan diri Kepesantrenan
|
ALAT PENDIDIKAN
|
|||
1. Ketercukupan
sarana dan
prasarana
tersedia
|
·
Cukup dan memadai
|
·
Cukup dan memadai
|
·
Cukup dan memadai
|
2. Pengelolaan
sarana dan
prasarana
pendidikan
|
·
Dikelola oleh Wakamad
bidang sarana
prasarana
|
·
Dikelola oleh Wakamad
bidang sarana
prasarana
|
·
Dikelola oleh Wakamad
bidang
sarana prasarana
|
3. Metode
Pembelajaran
|
·
Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan
proses, CBSA
|
·
Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan
proses, CBSA
|
·
Metode Pembelajaran bervariasi, pendekatan
proses, CBSA
|
SITUASI LINGKUNGAN
|
|||
1. Interaksi
pelaku
|
·
Secara internal yaitu
kepala madrasah dengan
guru dan
pegawai, komite madrasah
·
Ekternal vertikal yaitu kepala
madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan
K3Madrasah aliyah, MGBS dan lembagalembaga yang relevan.
|
·
Secara internal yaitu
kepala madrasah dengan
guru dan
pegawai, komite madrasah.
·
Ekternal vertikal yaitu kepala
madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan K3 Madrasah
aliyah,MGBS dan lembaga-lembaga yang relevan.
|
·
Secara internal yaitu
kepala madrasah dengan
guru dan pegawai,
komite madrasah.
·
Ekternal vertikal yaitu
kepala madrasah dengan birokrasi di atasnya dan secara horisontal yaitu dengan
K3Madrasah aliyah, MGBS dan lembaga-lembaga yang relevan
|
2. Iklim organisasi
|
·
Suasana kerterbukaan dan kebersamaan,
asih, asah dan asuh Simbol islami setiap nama gedung, dan fasilitas pendidikan
lain dimunculkan
|
·
Suasana kerterbukaan dan kebersamaan, asih,
asah dan asuh
|
·
Suasana kerterbukaan
dan kebersamaan,asih,
asah dan asuh
|
3. Hubungan
antara
madrasah
dengan
masyarakat/sta
keholder
|
·
Terbuka muncul
dalam bentuk
komite madrasah
dan para
tokoh peduli pendidikan
· Komite madarasah aktif dan memiliki program yang mendorong
kegiatan akademik.
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
· Sistem partner
atau
kemitraan
Struktur Organisasi
·
Struktur jelas dan job description rinci
|
·
Terbuka muncul
dalam bentuk
komite madrasah
dan para
tokoh peduli pendidikan
· Komite
madrasah belum
aktif.
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
·
Terbuka dan kemitraan Struktur organisasi Jelas dan job description rinci
|
·
Terbuka muncul dalam
bentuk komite madrasah dan para
tokoh peduli pendidikan
· Komite madrasah
belum aktif
Hubungan interpersonal guru dan pegawai
·
Bersifat kemitraan Struktur organisasi
·
Jelas dan mengikuti
aturan baku dari pemerintah (Depag)
|
F. Kontribusi dalam Ilmu-ilmu keIslaman
Dari hasil penelitian
yang dipaparkan secara cukup jelas dan gamblang, setidaknya ada beberapa
kontribusi penting yang dapat menjadi sumbangan Supiana bagi para pengkaji studi
pendidikan Islam. Diantaranya adalah: Pertama, Sumbangan pemikiran kepada pemerintah (Kementrian Agama)
dalam merintis dan
membangun Madrasah Aliyah unggulan. Supiana membantu memberikan pemahaman secara lebih
komprehensif tentang aspek manajemen pengelolaan pendidikan madrasah unggulan. Konsep yang dia paparkan sangat membantu para
pengkaji pendidikan secara khusus kepada para pengelola lembaga pendidikan Madrasah agar dapat lebih unggul
dalam mengembangkan, meningkatkan dan mempertahankan mutu madrasah. Sumbangan
pemikirannya juga membantu dalam melengkapi Informasi yang diberikan tentang
konsep Madrasah unggulan dalam perspektif para ahli pendidikan Islam, yang selama
ini masih cenderung
parsial, menyebar
dan belum tersistematisasikan, dan terlembagakan, sehingga pada akhirnya dapat
menjadi bahan pertimbangan alternatif bagi pengelola pendidikan Islam dalam menyelenggarakan
pendidikan Madrasah yang
berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman.
G. Logika
dan Sistematika Penulisan
Penulisan Supiana
diawali dengan menguraikan problem-problem akademik yang dihadapinya. Lalu
dilanjutkan dengan uraian singkat mengenai alasan dia memilih studi mengenai
madrasah unggulan dalam penelitiannya. Kemudian dia memaparkan penjelasan mengenai
kerangka teori dan kerangka berpikir yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu teori mengenai sistem pendidikan, teori mengenai madrasah, teori mengenai madrasah unggulan, dan
diakhiri dengan temuan-temuan penelitiannya disertai dengan saran-saran untuk
penelitian lebih lanjut.
Secara lebih
sistematis disertasi Supiana ini disusun dalam enam bab: Pertama, berisi
pendahuluan meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan
sistematika penulisan. Kedua, mengemukakan kerangka teori dan kerangka
berpikir. Ketiga, mengemukakan metodologi penelitian, meliputi
tempat penelitian dan alasan pemilihan, waktu penelitian,
metode penelitian, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, Analisis data
penelitian, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. Keempat, mengemukakan data-data hasil penelitian meliputi kondisi objektif lokasi penelitian sistem pendidikan di MAN I Bandung, MAN
Darussalam, dan MAN Insan Cendekia Serpong Banten. Kelima,
menguraikan mengenai analisis hasil penelitian yaitu rekapitulasi hasil temuan
penelitian dan pembahasan hasil temuan penelitian. Terakhir, berisi
penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
H. Penutup
Sebagai
seorang yang menaruh minat besar pada studi-studi pendidikan Islam, Supiana
telah menunjukkan keseriusannya dengan memberikan sumbangan pemikiran yang
cukup berarti dalam kajian pendidikan Islam secara lebih khusus studi-studi
tentang pengelolaan lembaga-lembaga madrasah unggulan. Apa yang telah
diberikannya tersebut, pada awalnya beranjak dari kegelisahannya saat melihat
minimnya studi tentang pengelolaan madrasah yang dilakukan oleh para penggiat
maupun peneliti bidang pendidikan Islam., padahal hal ini menurutnya sangatlah
penting untuk dilakukan. Dalam pandangan Supiana sendiri, pendidikan Islam
sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan mendefinisikan diri mengenai konsep
luhur mengenai norma-normanya semata, tetapi juga dengan bentuk tindakan yang
diwujudkan dengan mengupayakan bagaimana mengkonsep secara baik pengelolaan
pendidikan yang memiliki kualitas unggulan. Disinilah sesungguhnya letak titik
puncak kegelisahan akademik dari seorang Supiana yang menghendaki akan perlu
adanya kajian-kajian intensif tentang pengelolaan madrasah unggulan. Wallahu A’lam bi Ash Shawwab.[]