CONTROLLING/PENGAWASAN DALAM PENDIDIKAN
Cahaya Khaeroni
A.
Pendahuluan
Control
is to determine what is accomplishe, evaluate it, and apply corrective
measures, if needed, to insure result in keeping with the plan,, (George R.
Terry).
Pengawasan
atau controlling merupakan salah satu fungsi yang sangat signifikan
dalam pencapaian manajemen organisasi dan mengatur potensi baik yang berkaitan
dengan produksi maupun sumber daya yang ada. Pengawasan merupakan salah satu
fungsi yang terkait dengan perencanaan strategis. Dan perencanaan strategis
merupakan puncak dari suatu pemikiran untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai
organisasi dan juga merencanakan berbagai sumber daya yang ditetapkan
organisasi dan usaha pencapaian tujuan strategis.[1]
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, baik
pada level makro maupun mikro, konsep pengawasan sesungguhnya menempati posisi
yang sangat strategik sekali. Pasalnya, seberapapun bagusnya sebuah perencanaan
program pendidikan, jika tanpa dibarengi dengan proses pengawasan yang memadai,
maka segala program yang dicanangkan sebelumnya akan menjadi tidak terukur secara
jelas tingkat keberhasilannya, bahkan sangat memungkinkan sekali akan adanya penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi didalamnya menjadi sulit untuk dideteksi. Karena itulah konsep
pengawasan merupakan bagian yang sangat penting sekali dan tidak dapat
diabaikan sama sekali peran dan fungsinya dalam mencapai tujuan-tujuan dari
sebuah proses pendidikan.
Dalam
memahami konsep pengawasan, Oteng Sutisna menyatakan bahwa pengawasan adalah
sebagai suatu proses fungsi dan prinsip administratif untuk melihat apakah yang
terjadi sesuai dengan apa yang semestinya terjadi. Apabila tidak sesuai dengan
semestinya maka perlu adanya penyesuaian yang harus dilakukan. Dengan kata lain
pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa yang
dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya.[2]
Setidaknya terdapat
dua hal yang mendorong perlu adanya pengawasan, yaitu (1) tujuan-tujuan
individu atau kelompok kadang-kadang atau pada umumnya bertentangan dengan tujuan organisasi, (2)
adanya jangka waktu antara saat tujuan dirumuskan dan pada saat tujuan
diwujudkan dalam hal ini umumnya dimungkinkan adanya penyimpangan yang perlu
diluruskan. Tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah umum, antara lain: (a)
mengukur perbuatan atau menyelidiki apa
yang sedang dilakukan, (b) membandingkan perbuatan dengan standar yang telah
ditetapkan dan menetapkan perbedaannya jika terdapat perbedaan, (3) memperbaiki
penyimpangan dengan tindakan perbaikan.[3]
Untuk
itulah, dalam makalah ini penulis mencoba mencurahkan segenap kemampuan penulis
untuk membahas lebih mendalam mengenai konsep pengawasan itu sendiri. Dengan
harapan semoga tulisan ringkas ini dapat memberikan sumbangan berarti dalam
khazanah keilmuan dinegeri Indonesia tercinta, Amin.
B.
Pengertian dan Tujuan pengawasan
Pengawasan
menurut Mockler adalah suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan
balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan
organisasi.
Kegiatan
pengawasan pada dasarnya memiliki peran untuk membandingkan akan kondisi yang
ada dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Apabila dalam prosesnya terjadi
penyimpangan/hambatan/penyelewengan dapat segera dilakukan tindakan koreksi.
Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif, pengawasan dilakukan bukan hanya
pada akhir proses manajemen tetapi pada setiap tingkatan proses manajemen.[4]
Sementara
itu, tujuan pengawasan yang ditinjau berdasarkan konsep sistem adalah berfungsi
untuk membantu mempertahankan hasil atau output yang sesuai dengan
syarat-syarat sistem. Artinya, melalui pengawasan yang telah ditetapkan dalam
rencana dan program, pembagian tugas dan tanggung jawab, pelaksanaannya serta
evaluasinya senantiasa dipantau dan diarahkan sehingga tetap berada dalam
ketentuan. Sementara itu, Harsono menyatakan bahwa tujuan pengawasan pendidikan
dan kebudayaan adalah untuk mendeteksi sedini mungkin segala bentuk
penyimpangan serta menindaklanjutinya dalam rangka mendukung pelaksanaan
prioritas pendidikan. prioritas pendidikan yang dimaksud adalah pemerataan
kesempatan belajar, relevansi, peningkatan mutu, dan kesangkilan dan
kemangkusan.
Pengawasan
sesungguhnya bertujuan untuk: (1) membuat pihak yang diawasi merasa terbantu
sehingga dapat mencapai visi dan misinya secara lebih efektif dan efisien; (2)
menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas; (3)
menimbulkan suasana saling percaya dalam dan diluar lingkungan operasi
organisasi; (4) meningkatkan akuntabilitas organisasi; (5) meningkatkan
kelancaran operasi organisasi; (6) mendorong terwujudnya good governance.[5]
C.
Prinsip-prinsip pengawasan
Untuk
mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa
prinsip pengawasan. Dua prinsip pokok bagi pengawasan yang efektif ialah adanya
rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi, serta
wewenang-wewenang kepada bawahan. Prinsip pokok pertama merupakan standar atau
alat pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana
tersebut menjadi penunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau
tidak. Walaupun demikian, prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang
perlu ada, agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat efektif
dilaksanakan. Wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas harus dapat diberikan
kepada bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang
diberikan kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.[6]
Setelah kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem
pengawasan menurut LAN RI haruslah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Prinsip kesisteman; pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good
governance sehingga harus memperhatikan keseluruhan komponen secara
sistemik.
2.
Prinsip akuntabilitas; segala yang ditugaskan meminta pertanggungjawaban
dari setiap orang yang diserahi tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3.
Prinsip organisasi; tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan
pengawasan merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai
dengan tugas pokok fungsinya masing-masing.
4.
Prinsip koordinasi; pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan
kerjasama yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi
masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus
dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dengan tujuan organisasi melalui
koordinasi yang baik.
5.
Prinsip komunikasi; pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat
dengan daerah, pimpinan dengan bawahan, sehingga perlu dikembangkan komunikasi
yang intensif dan empatik agar kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6.
Prinsip pengendalian; pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing
secara teknis administratif maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai
efektivitas kerja.
7.
Prinsip integritas; merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan
pengawasan dengan mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggung
jawab, cermat, dan konsisten.
8.
Prinsip objektivitas; melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian
secara profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
9.
Prinsip futuristik; pengawasan harus dapat memprediksi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dan sadar betul apa
yang diperbuat akan menentukan masa depan shingga ia menghindari
penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran karena akan menjadi bumerang bagi masa
depan.
10.
Prinsip preventif; pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan
dapat dicegah dan kalaupun terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga
penyelesaiannya dapat cepat teratasi.
11.
Prinsip represif; bila terjadi penyimpangan dan kebocoran, pengawas
harus tegas dengan menegakkan sanksi/hukuman sesuai peraturan yang berlaku.
12.
Prinsip edukatif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan
diperbaiki dan diberikan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak
terulang kembali kesalahan untuk kedua kalinya.
13.
Prinsip korektif; kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya
dan selanjutnya dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat
tercapai.
14.
Prinsip 3E (Ekonomis, Efisien, Efektif); pengawasan dilakukan dengan cara-cara yang
benar, waktu yang tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai secara ekonomis, efisien, dan efektif.[7]
D.
Fungsi pengawasan
Pengawasan
yang efektif berfungsi sebagai Early warning system atau sistem
peringatan dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai persiapan
program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn mempersiapkan
program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn memerinci 4
fungsi pengawasan yaitu: Eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan.
1.
Fungsi eksplanasi: menjelaskan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk
didalamnya hambatan dan kesulitan, serta alasan terdapatnya perbedaan
hasil-hasil dari suatu kegiatan.
2.
Fungsi akuntansi: artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing
terhadap penggunaan sumberdaya dan tingkat output yang dicapai. Hal tersebut
menjadi informasi yang bermanfaat untuk melakukan perhitungan program lanjutan
atau program baru yang memiliki relevansi tinggi terhadap efektifitas program
atau bahkan untuk pengembangan program.
3.
Fungsi pemeriksaan: menelaah kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan
rencana.
4.
Fungsi kepatuhan: menilai sejauhmana para pelaksana taat dengan aturan
sehingga dapat diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).
Sedangkan Nawawi (1983)
mengemukakan fungsi pengawasan antara lain:
1.
Memperoleh data yang telah diolah dapat dijadikan
dasar bagi usaha perbaikan dimasa yang akan datang.
2.
Memperoleh cara bekerja yang paling efisien dan
efektif atau yang paling tepat dan paling berhasil sebagai cara yang terbaik
untuk mencapai tujuan.
3.
Memperoleh data tentang hambatan-hambatan dan
kesukaran-kesukaran yang dihadapi agar dapat dikurangi atau dihindari.
4.
Memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan usaha pengembangan organisasi dan personil dalam berbagai bidang.
5.
Mengetahui seberapa jauh tujuan telah dicapai.
E.
Jenis pengawasan
Terdapat setidaknya empat jenis
pengawasan, yaitu:
1.
Pengawasan melekat: yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh atasan langsung yang memiliki kekuasaan (Power) dilakukan secara
terus menerus secara preventif dan represif agar tugas yang diemban bawahannya
dapat terlaksana secara efektif dan efisien terhindar dari
penyimpangan-penyimpangan.
2.
Pengawasan fungsional: yaitu pengawasan yang
dilaksanakan oleh pihak tertentu yang memahami substansi kerja objek yang
diawasi dan ditunjuk khusus (exclusively assigned) untuk melaksanakan
audit secara independen terhadap objek yang diawasi.
3.
Pengawas fungsional: melaksanakan tugas kepengawasan
secara komprehensif mulai dari pemerikasaan, verifikasi, konfirmasi, survei,
monitoring, dan penilaian terhadap objek yang berada didalam pengawasan.
4.
Pengawasan masyarakat: yaitu pengawasan yang dilakukan
masyarakat kepada negara sebagai bentuk social control terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dalam
pemerintahan. Pengawasan masyarakat dapat dilakukan melalui pengawasan langsung
masyarakat maupun melalui media massa.
5.
Pengawasan legislatif: yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh DPR/DPRD sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi tindakan
pemerintah. Pengawasan jenis ini disebut juga sebagai pengawasan politik yang
dilakukan pihak legislatif kepada pemerintah.
Dalam dunia
pendidikan, pengawasan mencakup dua kategori yaitu: (1) pengawasan yang
dilakukan setiap unit manajemen sebagai langkah prosedural suatu manajemen
program. Pengawasan jenis ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian yang
dilakukan manajer agar ia dapat memonitor efektifitas perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan dapat mengambil tindakan korektif sesuai
dengan kebutuhan. (2) pengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai
pengawas fungsional dengan menerapkan konsep supervisi yaitu untuk melaksanakan
pembinaan terhadap personil sekolah agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, dan dapat mengembangkan diri secara optimal. Pengawasan jenis ini
dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai tenaga fungsional yang berfungsi
melakukan bantuan profesional.
F.
Proses pengawasan
Proses dasar
pengawasan meliputi tiga tahap yaitu: (1) menetapkan standar pelaksanaan, (2)
pengukuran pelaksanaan, (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara
pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Mockler
menyusun pengawasan menjadi empat langkah kegiatan seperti dalam gambar
berikut:
Tidak
|
|
ya
1.
Menetapkan alat pengukur standar dan metode mengukur
prestasi kerja:
Menetapkan
standar dimulai dari menetapkan tujuan atau sasaran secara spesifik dan mudah
diukur. Tujuan atau sasaran dan cara mencapai tujuan tersebut merupakan standar
dan metode kerja yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja. Dalam
mengukur atau menilai pelaksanaan atau hasil pekerjaan bawahan, kita harus
mempunyai alat penilai atau pengukur standar. Alat penilai ini harus ditetapkan
terlebih dahulu sebelum bawahan melaksanakan pekerjaannya dan bawahan harus
mengerti benar alat penilai yang dipergunakan oleh atasannya untuk menilai
pekerjaannya. Kedua hal tersebut, yakni alat penilai (standar) ditetapkan
terlebih dahulu sebelum bawahan melaksanakan tugas-tugasnya dan bawahan
mengetahui benar alat penilai (standar) yang dipergunakan atasannya untuk
menilai hasil pekerjaannya, merupakan dua dari tiga syarat yang harus dipenuhi
dengan proses pengawasan. Syarat lainnya ialah bahwa bawahan mengerti benar apa
yang menjadi tanggung jawabnya (principle of job definition).
2.
Pengukuran/penilaian prestasi kerja:
Fase kedua
dalam proses pengawasan adalah menilai atau mengevaluasi. kegiatan yang
dijalankan untuk mencapai sasaran terus diukur keberhasilannya secara berulang
bisa pengamatan langsung atau melalui penggunaan instrumen survei berisi
indikator efektifitas kerja.
3.
Menetapkan apakah prestasi sesuai dengan standar:
Hasil
pengukuran menjadi bahan informasi untuk dibandingkan antara standar dengan
keadaan nyata lapangan. Dengan menetapkan apakah prestasi sesuai dengan standar,
dimaksudkan membandingkan hasil pekerjaan bawahan (actual result) dengan
alat pengukur (standar) yang sudah ditentukan. Dengan demikian, jelas
untuk dapat melaksanakan tugas ini dua hal tersebut, harus tersedia, yaitu a)
standar atau alat pengukur, b) actual result atau hasil pekerjaan
bawahan.
4.
Mengambil tindakan korektif:
Pada fase
terakhir ini, bila pada fase sebelumnya dipastikan telah terjadi penyimpangan, maka
perlu dilakukan tindakan korektif. Dengan tindakan perbaikan diartikan,
perbaikan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang
agar sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditentukan sebelumnya.[8]
Sementara
itu dalam pengertian lain, pengawasan dibagi atas tiga hal, yaitu sebagai
berikut:
1.
Steering control (pengawasan pengarahan)
Jenis
pengawasan pengarahan merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi
berbagai problem atau penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan terlihat
awal dari kemungkinan yang akan terjadi. Jenis pengawasan ini dapat dilakukan
dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Juga memberikan pada manajer suatu
pekerjaan untuk mengontrol dan mengawasi beberapa tindakan dan beberapa
kemajuan yang telah dicapai oleh beberapa tingkatan organisasi dan sekaligus
melakukan koreksi terhadap pembiasaan dan perbedaan yang terjadi dalam
organisasi.
2.
Screening control (pengawasan penyeleksian)
Yang dimaksud
pengawasan penyeleksian adalah melakukan koreksi terhadap berbagai penyimpangan
dari standar pada waktu penyimpangan itu terjadi atau ketika terjadi suatu hal
yang dinilai tidak signifikan pada produk. Pengawasan penyeleksian dianggap
efektif karena dinilai dapat mendeteksi lebih cepat terhadap penyimpangan yang
akan terjadi sebelum dampak negatif dari kejadian itu menimpa eksistensi
organisasi.
3.
Post action control (pengawasan setelah terjadi tindakan)
Jenis
pengawasan ini dikenal juga sebagai pengawasan umpan balik. Apa yang terjadi
merupakan indikasi pencapaian saat itu dan sekaligus yang terjadi sulit
diperbaiki, yang akan diperbaiki adalah sesuatu yang dilakukan dan diantisipasi
akan terjadi di masa mendatang. Jenis pengawasan ini bukan merupakan jenis
pengawasan yang sangat berguna tetapi dapat dipakai untuk dua hal yang sangat penting,
yaitu:
a.
Memberikan informasi bagi perencanaan yang akan
datang.
b.
Memberikan dasar yang kuat untuk penghargaan kepada
para pekerja yang berhasil.[9]
Supaya
pengawasan yang dilakukan seorang atasan efektif, maka haruslah terkumpul
fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan. Guna maksud pengawasan
seperti ini, ada beberapa cara mengumpulkan fakta-fakta, yaitu:
1.
Peninjauan pribadi
Peninjauan
pribadi (personal inspection, personal observation) adalah mengawasi
dengan jalan meninjau secara pribadi sehingga dapat dilihat pelaksanaan
pekerjaan. Cara pengawasan ini mengandung segi kelemahan, bila timbul prasangka
dari bawahan. Cara seperti ini memberi kesan kepada bawahan bahwa mereka
diamati secara keras dan kuat sekali. Di pihak lain ada yang berpendapat bahwa
cara inilah yang terbaik. Sebagai alasan karena dengan cara ini kontak langsung
antara atasan dan bawahan dapat dipererat. Tambahan lagi dengan cara ini;
kesukaran dalam praktik dapat dilihat langsung. Kenyataan sesungguhnya mudah
didapat, tidak akan dikacaukan oleh pendapat bawahan yang mungkin terselip pada
cara pengawasan dengan menerima laporan tertulis.
2.
Pengawasan melalui Interview atau laporan lisan
Sebenarnya
hampir mendekati dengan cara pertama ialah pengawasan melalui oral report.
Dengan cara ini, pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui
laporan lisan yang diberikan bawahan. Waswancara yang diberikan ditujukan
kepada orang-orang atau segolongan orang tertentu yang dapat memberi gambaran
dari hal-hal yang ini diketahui, terutama tentang hasil sesungguhnya (actual
result) yang dicapai oleh bawahannya. Dengan cara ini kedua belah pihak
aktif, bawahan memberikan laporan lisan tentang hasil pekerjaannya dan atasan
dapat menanyakannya lebih lanjut untuk memperoleh fakta-fakta yang
diperlukannya. Pengawasan dengan cara ini dapat mempercepat hubungan pejabat
karena adanya kontak wawancara antara mereka.
3.
Pengawasan melalui Laporan tertulis
Laporan
tertulis (written report) merupakan suatu pertanggungjawaban kepada
atasan mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya, sesuai dengan instruksi dan
tugas-tugas yang diberikan atasannya kepadanya. Dengan laporan tertulis yang
diberikan oleh bawahan, maka atasan dapat membaca apakah bawahan-bawahan
tersebut melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanyaa dengan menggunakan
hak-hak atau kekuasaan yang didelegasikan kepadanya. Kesukaran dari pemberian
pertanggungjawaban seperti ini ialah bawahan tidak dapat menggambarkan semua
kejadian dari aktifitas seluruhnya. Tetapi laporan dapat pula disusun
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran-gambaran yang
berlebih-lebihan. Dengan laporan tertulis, sulit pimpinan menentukan mana yang
berupa kenyataan dan apa yang berupa pendapat. Keuntungan laporan tertulis
ialah dapat diambil manfaatnya oleh banyak pihak, yakni oleh pimpinan guna
pengawasan dan pihak lain, yaitu untuk penyusunan rencana berikutnya.
4.
Pengawasan melalui laporan kepada hal-hal yang
bersifat khusus.
Pengawasan
yang berdasarkan kekecualian, atau control by exception adalah suatu
sistem pengawasan dimana pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal kekecualian.
Jadi, pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya
peristiwa-peristiwa yang istimewa.
G.
Supervisi dalam praktik pengawasan pendidikan
Dalam
praktik pengawasan pendidikan, pengawas fungsional memiliki tugas membina dan
mengembangkan karir para guru dan staf lainnya serta membantu memecahkan
masalah profesi yang dihadapi oleh mereka secara profesional. Tugas tersebut jika
ditinjau dari kajian konseptual merupakan kajian supervisi. Dengan demikian,
dalam praktik kepengawasan para pengawas menjalankan fungsi sebagai supervisor.
Dalam dunia
pendidikan, supervisi diidentikkan dengan pengawasan, memang hal ini dapat
dimaklumi karena bila dikaji dari sisi etimologis istilah “supervisi” atau
dalam bahasa inggris “supervision” sering didefinisikan sebagai pengawasan.
Sedangkan secara morfologis, “supervisi” terdiri dari dua kata yaitu “super”
yang berarti atas atau lebih dan “visi” mempunyai arti lihat, pandang, tilik,
atau awasi. Sehingga dari dua kata tersebut dapat dimaknai beberapa substansi
supervisi sebagai berikut:
1.
Kegiatan dari pihak atasan yang berupa melihat,
menilik, dan menilai serta mengawasi dari atas terhadap perwujudan kegiatan
atau hasil kerja bawahan.
2.
Suatu upaya yang dilakukan oleh orang dewasa yang
memiliki pandangan yang lebih tinggi berupa pengetahuan, ketrampilan dan
sikap-sikap untuk membantu mereka yang membutuhkan pembinaan.
3.
Suatu kegiatan untuk mentransformasikan berbagai
pandangan inovatif agar dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang terukur.
4.
Suatu bimbingan profesional yang dilakukan oleh pengawas
agar guru-guru dapat menunjukkan kinerja profesional.
Namun
demikian, meskipun supervisi mengandung arti atau sering diterjemahkan
mengawas, sebetulnya supervisi mempunyai arti khusus yaitu “membantu” dan turut
serta dalam usaha perbaikan-perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel
maupun lembaga. Kegiatan supervisi dilakukan oleh supervisor sebagai bagian dari
manajemen kelembagaan yang memainkan peranan penting untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan.[10]
Berdasarkan
hal tersebut, maka supervisi dapat berarti pengawasan yang dilakukan oleh orang
ahli/profesional dalam bidangnya sehingga dapat memberikan perbaikan dan peningkatan/pembinaan
agar pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan berkualitas. Mengacu pada
pernyataan tersebut maka supervisor pendidikan harus profesional yang
kinerjanya dipandu oleh pengalaman, kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan
dengan sertifikat profesional. Supervisi pendidikan merupakan suatu proses
memberikan layanan profesional pendidikan melalui pembinaan yang kontinu kepada
guru dan personil sekolah lainnya untuk memperbaiki dan meningkatkan
efektifitas kinerja personalia sehingga dapat mencapai pertumbuhan peserta
didik.
Sasaran
supervisi
1.
Sasaran supervisi pendidikan adalah proses
pembelajaran. Pelaku utama dalam suatu PBM adalah guru dan peserta didik.
Disamping itu, terdapat anggapan bahwa guru merupakan ujung tombak pembelajaran,
sehingga untuk menjadikan PBM itu efektif maka perlu dilakukan pembinaan
terhadap guru agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.
2.
Sasaran supervisi pendidikan adalah pengelolaan
pendidikan secara efektif. Pelaksana dan penanggung jawab pendidikan yang utama
adalah kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang
memfasilitasi terwujudnya budaya akademik yang mendukung pelaksanaan PBM. Oleh
karena itu, kepala sekolah menjadi sasaran supervisi pendidikan.
3.
Secara umum sasaran supervisi adalah seluruh sumber
daya pendidikan yang mengupayakan terwujudnya PBM yang efektif.
Fungsi-fungsi supervisi
pendidikan
Dalam pelaksanaannya, supervisor pendidikan perlu memahami
fungsi-fungsi supervisi yang merupakan tugas pokok sebagai supervisor
pendidikan. fungsi-fungsi utama supervisi pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Menyelenggarakan inspeksi
Sebelum
memberikan pelayanan terhadap guru, supervisor perlu mengadakan terlebih
dahulu. Inspeksi tersebut dimaksudkan sebagai usaha mensurvai seluruh sistem
pendidikan yang ada, guna menemukan masalah-masalah, kekurangan-kekurangan,
baik pada guru, murid, perlengkapan, kurikulum, tujuan pendidikan, metode
mengajar, maupun perangkat lain di sekitar keadaan proses belajar-mengajar.
Sebagai
fungsi dari supervisi, inspeksi harus bersumber pada data yang aktual dan tidak
pada informasi yang sudah kadaluarsa.
2.
Penelitian hasil inspeksi berupa data
Data tersebut
kemudian diolah untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan cara ini dapat
ditemukan teknik dan prosedur yang efektif sebagai keperluan penyelenggaraan
pemberian bantuan kepada guru, sehingga supervisi dapat berhasil dengan memuaskan.
Langkah-langkah
yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervisi sekurang-kurangnya adalah:
Ø Menemukan masalah yang
ada pada situasi belajar-mengajar.
Ø Mencoba mencari pemecahan
yang diperkirakan efektif
Ø Menyusun program
perbaikan.
Ø Mencoba cara baru
Ø Merumuskan pola
perbaikan yang ada standar untuk pemakaian yang lebih luas.
3.
Penilaian
Kegiatan penilaian berupa usaha
untuk mengetahui segala fakta yang mempengaruhi langsung persiapan,
penyelenggaraan dan hasil pengajaran.
4.
Pelaporan (Reporting)
Pelaporan dapat berupa
penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai
segala hal yang bertalian dengan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih
tinggi, baik secara lisan maupun tertulis sehingga dalam penerimaan laporan
dapat diperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan tugas orang yang memberi
laporan.[11]
5.
Latihan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pelaporan kemudian diadakan latihan. Pelatihan ini dimaksudkan untuk
memperkenalkan cara-cara baru sebagai upaya perbaikan dan atau peningkatan. Hal
inipun bisa sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang dihadapi. Pelatihan ini
dapat berupa lokakarya, seminar, demonstrasi mengajar, simulasi, observasi,
saling mengunjungi atau cara lain yang dipandang efektif.
6.
Pembinaan
Pembinaan atau pengembangan
merupakan lanjutan dan kegiatan memperkenalkan cara-cara baru. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menstimulasi, mengarahkan, memberi semangat agar guru-guru
mau menerapkan cara-cara baru yang diperkenalkan sebagai hasil penemuan
penelitian, termasuk dalam hal ini membantu guru-guru memecahkan masalah dan
kesulitan dalam menggunakan cara-cara baru.[12]
Strategi Membangun
komunikasi yang efektif dalam supervisi pendidikan
Dialog
supervisi untuk penjaminan mutu pendidikan perlu diarahkan pada teori individual
conference sebagai tindak lanjut dari observasi kelas (class visit)
walaupun tidak menutup kemungkinan, pengawas menemukan problem di luar kelas.
Dialog
supervisi pada dasarnya mengembangkan teori komunikasi antar pribadi yang
efektif yang tentu saja melibatkan banyak unsur akan tetapi hubungan antar
pribadilah yang paling penting. Hubungan antar pribadi terdiri atas tiga faktor
yaitu saling percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka. Selain itu, konsep
diri yang meliputi persepsi pribadi, self image, dan self esteem, menyusul rasa
empati, dan simpati merupakan pula faktor yang cukup menonjol dalam komunikasi
antar pribadi. Pelaksanaan dialog idealnya menganut prinsip dasar REACH (Respect,
Empathy, Audible, Clarity, Humble).
Prinsip
pertama dalam berdialog
adalah Respect yaitu sikap hormat dan menghargai terhadap lawan bicara
kita. Seorang pengawas harus mengembangkan sikap ini, sehingga terjadi saling
respect diantara mereka dan artinya satu sama lain merasa dihargai dan dianggap
penting.
Prinsip
kedua adalah Empathy
yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Rasa empati akan memudahkan penerima pesan dengan
mudah menangkap dan menginterpretasikan pesan. Rasa empati merupakan sifat
penuh perhatian. Kepemerhatian terhadap supervisi, cepat memberikan respon
terhadap kebutuhan supervisi (aspirasi), berkomunikasi dengan baik dan benar,
melayani dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi supervisi, bersikap penuh
simpatik, cepat memperhatikan keluhan supervisi dan mengatasinya. Bila ini
dilakukan, supervisi tidak akan menghadapi kendala psikologis dalam dialog
profesional.
Dialog
empatik, memungkinkan supervisor dapat menyampaikan pesan dengan sikap positif
dan siap menerima masukan secara terbuka, disamping komunikasinya juga terasa
‘nyaman’. Kenyamanan ini harus direguk bersama, andai supervisor tidak merasa
nyaman sehingga langsung marah-marah atau menunjukkan muka ‘ditekuk’, maka ia
tidak akan dapat menumbuhkan rasa menunjukkan rasa nyaman pada supervisi.
Akibatnya komunikasi tidak akan berjalan dengan baik dan profesional, karena
supervisi akan tertutup dan komunikasi pun akan berhenti sampai di situ. Oleh
karena itu, suatu kesadaran penuh penting dimiliki supervisor untuk
memperlakukan secara egaliter dan kesejawatan yang hangat dengan supervisi.
Keterbukaan dan kesejajaran dalam berdiskusi sangat penting karena itu berarti
supervisor dan supervisi berada pada posisi yang sama. Tidak ada yang lebih
tinggi atau lebih rendah.
Prinsip
ketiga adalah Audible.
Makna dari audible antara lain dapat didengarkan dan dimengerti dengan
baik. Untuk dapat didengarkan dan dimengerti maka sebelumnya perlu menjadi
pendengar yang baik. Supervisor hendaknya tidak bertele-tele dalam berbicara
tetapi fokus pada informasi yang penting. Dalam mengungkapkan cara komunikasi
yang audible, yaitu dengan:
1.
Buat pesan anda mudah dimengerti
2.
Fokus pada informasi yang penting
3.
Gunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dan
pesan tersebut.
4.
Taruhlah perhatian pada fasilitas yang ada dan
lingkungan di sekitar anda.
5.
Antisipasi kemungkinan masalah yang muncul.
6.
Selalu menyiapkan rencana atau pesan cadangan.
Prinsip
keempat adalah kejelasan (clarity), yang meliputi kejelasan suara dan
penggunaan istilah yang familiar. Dalam menyiapkan tip pesan agar jelas yaitu:
1.
Tentukan goal yang jelas
2.
Luangkan waktu untuk mengorganisasikan ide
3.
Penuhi tuntutan kebutuhan format bahasa yang kita
pakai
4.
Buat pesan anda jelas, tepat dan meyakinkan
5.
Pesan yang disampaikan harus fleksibel.
Prinsip
kelima yaitu rendah hati (humble).
Dalam berdialog hindari hal-hal yang melambungkan diri dengan mengecilkan orang
lain. Sikap ini memungkinkan supervisor tidak akan dihargai dan sulit menangkap
perhatian dan respon yang positif dari guru. Sikap rendah hati yang
dikembangkan supervisor tidak akan menurunkan kewibawaan dan kepercayaan guru,
justru sebaliknya guru akan semakin respek dan percaya.[13]
H.
Kesimpulan
Dalam kajian
manajemen pendidikan, pembahasan tentang pengawasan menempati posisi yang cukup
strategik. Hal ini lebih didasarkan pada alasan bahwa kegiatan pengawasan
berfungsi untuk membandingkan antara kondisi yang ada dengan yang seharusnya
terjadi. Dengan adanya proses pengawasan yang efektif, maka setiap kali terjadi
penyimpangan/penyelewengan dari tujuan awal tentu akan dapat langsung dikoreksi
sedini mungkin. Hanya saja jika ditinjau dalam konteks pendidikan, menurut
asumsi penulis sepertinya proses pengawasan pendidikan belumlah sepenuhnya dilakukan
secara memadai. Setidaknya problem-problem yang ada berupa masih rendahnya
kualitas aspek pembelajaran, aspek organisasi, manajemen sekolah dll cukup
membuktikan akan asumsi penulis tersebut.
Untuk itulah
penulis menyarankan mengenai perlunya revitalisasi supervisi pendidikan dalam
berbagai jenjang. Hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan ilmiah, yaitu; pertama,
revitalisasi supervisi manajerial dengan menggarap secara serius fungsi-fungsi
manajemen sekolah, baik dari lingkup administrasi, penyusunan rencana
pengembangan sekolah, manajemen SDM dll. Kedua, revitalisasi supervisi
akademik dengan penggarapan secara rigid mengenai penguatan kemampuan guru
melaksanakan tugas mengajar, menilai hasil belajar, pembuatan dokumen
pembelajaran seperti silabus dan RPP dll yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas pembelajaran.[]
Daftar Pustaka
Cicih
sutarsih dan Nurdin, Supervisi Pendidikan, dalam Manajemen Pendidikan
Tim dosen Administrasi Pendidikan UPI, (Bandung: Alfabeta, 2011).
Diding
Nurdin, Manajemen Pendidikan, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan ;
Bagian II Ilmu pendidikan teoritis, (Bandung: PT IMTIMA, 2007).
Djam’an
Satori dan Suryadi, Teori Administrasi Pendidikan, dalam Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan ; Bagian I Ilmu pendidikan teoritis, (Bandung: PT
IMTIMA, 2007).
Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Manullang, Dasar-dasar Manajemen,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009).
Syaiful Sagala, Supervisi
Pembelajaran dalam profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Z.Heflin Frinces, Manajemen;
Konsep membangun sukses, (Yogyakarta: Mida Pustaka, 2008).